Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali melakukan kenaikan iuran BPJS Kesehatan secara bertahap. Hal tersebut dilakukan meski Mahkamah Agung sebelumnya telah membatalkan kebijakan kenaikan iuran iuran sebelumnya pada Maret 2020.
Kebijakan itu ditetapkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Beleid itu dia tandatangani atau ditetapkan pada 5 Mei 2020.
Kebijakan Jokowi menuai pro dan kontra, banyak pihak yang mengkritik apa yang diputuskannya. Salah satunya eks Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai.
Pigai menilai, apa yang dilakukan Jokowi sengaja untuk menyengsarakan rakyat. Terlebih saat ini kondisi dalam pandemi COVID-19.
“Seorang Presiden tidak boleh secara sengaja dan sadar membuat rakyat sengsara. Sudah kategori Mens Rea “ secara sadar berniat amputasi hak rakyat miskin, fakir miskin, orang2 terlantar dan tidak mampu,” tulis Pigai di Twitternya.
Jokowi menaikkan iuran BPJS Kesehatan meski Mahkamah Agung tlh batalkan. Presiden membebani rakyat miskin ditengah Covid-19, ekonomi, pangan, listrik naik, BBM tdk turun. Jaminan atas Kesehatan itu Kewajiban Negara (obligation to fulfill on human right),” tambahnya.
Sementara itu, pada Pasal 34 perpres tersebut, mulanya disebutkan bahwa iuran BPJS Kesehatan yang ditetapkan sebesar Rp42 ribu sejak 1 Agustus 2019 bagi penerima bantuan iuran (PBI). Besaran itu disamakan untuk Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) maupun Bukan Pekerja (BP) di ruang perawatan kelas III.
Namun, sepanjang 2020 ini, iuran akan disokong oleh pemerintah pusat (pempus) sebesar Rp16.500 per orang per bulan sedangkan sisanya, yakni Rp25.500 akan dibayar oleh peserta atau pihak lain atas nama peserta.
Sementara itu, iuran bagian peserta PBPU dan peserta BP atau pihak lain atas nama peserta sebesar Rp25.500 per orang per bulan yang sebelumnya dibayarkan oleh pemda (pemda).
Namun mulai 2021, iuran mengalami perubahan skema. Iuran yang harus dibayarkan peserta sebesar Rp35 ribu sedangkan sisanya, yakni Rp7 ribu dibayarkan pempus. Sedangkan untuk yang sebelumnya dibayarkan oleh daerah Rp35 ribu bisa dibayarkan seluruhnya oleh pemda atau sebagiannya saja.
Bagi Peserta PBPU dan BP dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II yaitu sebesar Rp100.O00 per orang per bulan dibayar oleh peserta PBPU dan peserta BP atau pihak lain atas nama Peserta. Sedangkan untuk manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I yaitu sebesar Rp150.000.
Jika dirujuk berdasarkan aturan sebelumnya yang dibatalkan MA yakni Perpres 75 Tahun 2019, besaran iuran untuk peserta mandiri kelas II sebesar Rp 110.000. Sementara, dalam Perpres sebelumnya, yakni 82/2018, iuran peserta mandiri kelas II sebesar Rp 51.000 per orang per bulan.
Adapun iuran bagi peserta PBPU dan BP kelas I yang sebesar Rp150.000 per orang per bulan, lebih rendah dari Perpres 75/2019 yang sebesar Rp 160.000 per orang per bulan namun lebih tinggi dari Perpres 82/2018 yang sebesar Rp 80.000 per bulan.
Meski demikian, perpres teranyar ini menetapkan bahwa skema dan besaran iuran yang baru tersebut akan mulai berlaku sejak 1 Juli 2020. Dalam hal Iuran yang telah dibayarkan oleh peserta PBPU dan Peserta BP melebihi ketentuan itu maka BPJS Kesehatan memperhitungkan kelebihan pembayaran iuran dengan pembayaran luran bulan berikutnya.