Timredaksi.com – Pemerintah Provinsi Jawa Barat memperpanjang lagi masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) proporsional untuk wilayah Bogor, Depok, dan Bekasi (Bodebek) sampai tanggal 25 November 2020. Perpanjangan masa PSBB ini merupakan yang ketujuh kalinya dengan menimbang masih belum terdapat indikasi penurunan penyebaran Covid-19 di wilayah penyangga DKI Jakarta tersebut.
Keputusan memperpanjang masa PSBB Proporsional itu dituangkan dalam Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor : 443/Kep-700-Hukham/2020 yang diterbitkan pada 26 Oktober 2020. Surat keputusan tersebut ditandatangani oleh Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
“Memperpanjang pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar secara Proporsional di Wilayah Bodebek dalam rangka Percepatan Penanganan COVID-19 sampai dengan tanggal 25 November 2020,” seperti dikutip dari surat keputusan tersebut sebagaimana dilaporkan detik.com, Selasa (27/10/2020).
Selain itu, Kang Emil, sapaan akrab Ridwan Kamil, juga memperpanjang masa adaptasi kebiasaan baru (AKB) untuk wilayah di luar Bodebek. Perpanjangan masa AKB ini berlangsung sampai dengan tanggal 22 November 2020. Keputusan memperpanjang masa AKB dicantumkan dalam Kepgub Jawa Barat Nomor : 443/Kep.669-Hukham/2020.
Pekan ini, hanya ada satu zona merah atau wilayah dengan tingkat kerawanan penularan Covid-19 yang tinggi di Jabar, yaitu Kota Depok. Kota Depok sempat turun status ke zona oranye pada evaluasi Satgas Penanganan Covid-19 Daerah Jabar pekan sebelumnya.
Kang Emil mengatakan, naik kembalinya status Kota Depok dikarenakan adanya pergerakan masyarakat, yang memicu meningkatnya kasus Covid-19 di klaster rumah tangga dan perkantoran.
“Zona merah di Jawa Barat sempat tujuh, lima, kemudian terakhir dua yakni Kabupaten Bekasi dan Kota Cirebon, sekarang Kota Depok yang kembali merah karena pergerakan masyarakat dan klaster rumah dan perkantoran yang ternyata meningkat,” ujarnya di Gedung Sate, Senin (26/10/2020).
Di samping itu, Kang Emil juga melaporkan sampai saat ini sebanyak 32,8 ribu pelanggaran protokol kesehatan telah ditindak.
“Di mana 30 ribu pelanggarannya individu, yang kurang baik adalah jumlah presentase positivity rate kita, orang yang kita tes setiap 100 persen pengetesan PCR masih tinggi, di angka 17 persen. Idealnya itu 5 persen,” kata Kang Emil. (CNBC Indonesia)