Timredaksi.com – Anggota Komisi XI DPR Muhamad Misbakhun mendesak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) segera memberlakukan penghentian sementara atas penjualan produk asuransi unit link. Ia mengatakan Panitia Kerja (Panja) pengawasan DPR telah mengajukan permintaan penangguhan pembayaran utang didasarkan pada UU agar dapat mencegah krisis keuangan (Moratorium) ke OJK.
Menurut Misbakhun, permintaan panja di Komisi XI DPR tersebut akan membuka opsi-opsi tentang boleh atau tidaknya perusahaan asuransi menjual produk unit link di masa depan.
“Dalam rapat Panja Pengawasan Industri Keuangan, kami menyampaikan perlunya dibuka sebuah opsi mengenai produk unit link dalam industri itu dikaji ulang, mengingat banyak korban mengadu ke OJK dan DPR,” kata Misbakhun dikutip Sidonews Kamis, 9/12/2021.
Politisi Golkar menergaskan, sampai saat ini masyarakat yang menjadi korban produk unit link belum memperoleh kejelasan akan uang mereka.
“Inilah kemudian lahir pemikiran tentang moratorium terhadap unit link di produk asuransi kita,” tegasnya.
Misbakhun menjelaskan sebenarnya produk unit link dalam industri asuransi Indonesia merupakan pengembangan asuransi konvensional. Dalam unit link, paparnya, ada faktor investasi berisiko yang sebenarnya bukan merupakan produk asuransi itu sendiri.
Lebih lanjut, penelusuran panja komisi XI DPR mengungkap bahwa banyak prosedur yang tak terpenuhi.
“Banyak yang merasa membeli produk asuransi berharap suatu saat bisa merasakan manfaat dan hasilnya. Cuma bukan keuntungan yang didapatkan, tetapi justru kerugian finansial karena ternyata yang mereka beli produk unit link yang kebanyakan investasinya ditanamkan di saham,” urainya
“Ujungnya hanya kerugian yang mereka alami, dan ini tak sesuai penjelasan awal oleh para sales dan agen asuransi, sehingga pemegang polis merasa ada unsur penipuan ke mereka,” tukasnya
Dirinya menuturkan pertama yang penting dicermati ialah posisi industri asuransi Indonesia, pada masa Covid19
“Jangan sampai gejolak di masyarakat ini menjadi sesuatu yang akhirnya tak bisa diselesaikan oleh pihak otoritas, dan pihak pelaku industri sendiri. Sehingga ini menjadi masalah serius bagi negara dalam hal perlindungan konsumen,” tambatny
“Bila perlu selanjutnya bisa diputuskan apakah dilarang unit link ini. Atau kalau mereka bisa selesaikan dengan baik, mungkin masih diteruskan. Tentu dengan syarat dan edukasi baru di mana literasi kepada pemegang polis ditingkatkan, resiko investasi dijelaskan sejelasnya kepada para pemegang polis,” tuturnya
Sekedar diketahui data OJK menunjukkan penurunan jumlah pemegang polis unit link sekitar 2,8 juta dari 2019 ke 2020. Pada akhir 2019 terdapat sekitar 7 juta pemegang polis. Namun, jumlahnya turun menjadi hanya 4,2 juta pada tahun lalu, alias turun 40%. Walau demikian, lebih dari 50% premi asuransi ternyata diambil oleh produk unit link. Pada Oktober lalu, Komunitas Korban Asuransi mendatangi DPR dan mengeluhkan praktik pemasaran unit link yang sengaja mengarah kepada kesalahan penjualan dan dianggap mencurangi calon nasabah. (Sin/ror)