FeaturedNewsPolhukam

Pengamat Intelijen: Paslon Harus Patuhi Larangan Kampanye dengan Rapat Umum

392
×

Pengamat Intelijen: Paslon Harus Patuhi Larangan Kampanye dengan Rapat Umum

Share this article
Pengamat Intelijen Ngasiman Djoyonegoro

Jakarta – Direktur Eksekutif Center of Intelligence and Strategic Studies, Ngasiman Djoyonegoro mendesak pasangan calon (paslon) yang akan bertarung dalam Pilkada 2020 mematuhi larangan kampanye dengan rapat umum. Menurutnya, kampanye metode tersebut dan jenis pengerahan massa lainnya berpotensi menciptakan klaster Covid-19 yang membahayakan publik.

“Pilkada harus menjadi pesta politik dan demokrasi yang aman dari bahaya apapun, termasuk Covid-19. Jangan sampai mengorbankan rakyat,” kata pria yang karib disapa Simon ini.

Terlebih, sampai saat ini kasus Covid-19 nasional belum menunjukkan tren melandai. Maka, perlu kerja sama semua pihak untuk memutus persebarannya, termasuk para paslon yanh berkontestasi di Pilkada 2020.

“Pemilu hakikatnya untuk rakyat. Jadi harus dilaksanakan dengan sangat mempertimbangkan kemaslahatan rakyat,” tegasnya.

Larangan kampanye dengan menggelar rapat umum termaktub dalam Pasal 88C PKPU Nomor 13 Tahun 2020. Peraturan ini pun telah menjadi kesepakatan seluruh stakeholder penyelenggara Pilkada 2020, yakni DPR, KPU, Bawaslu, dan Pemerintah atau dalam hal ini Kemendagri. Sehingga, kata Simon, pelanggaran peraturan ini berarti berlawanan dengan hukum dan keputusan negara.

Baca Juga  Anggaran Perlinsos Tahun 2024 Sebesar Rp496,8 Triliun, Alokasi Kemensos Hanya Rp78 Triliun

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pun telah memetakan kerawanan corona di seluruh daerah penyelenggara Pilkada 2020. Hasilnya, 50 daerah rawan corona tinggi atau sangat mungkin menciptakan klaster Covid-19.

Melihat banyaknya daerah tersebut, terlihat potensi instabilitas keamanan nasional bila klaster Covid-19 terjadi di Pilkada 2020.

“Dalam kondisi pandemi, sekecil apapun potensi yang bisa mengarah kepada instabilitas keamanan harus dihindari. Karena bisa menambah krisis dan semakin menyengsarakan masyarakat. Cost yang harus dibayar besar,” kata Simon.

Belum lagi, menurut Simon, masa transisi politik selalu menjadi momen paling rawan di negeri ini. Khususnya terkait keutuhan dan kesatuan bangsa.

“Kalau paslon taat aturan, berarti mereka telah turut menjaga keberlangsungan persatuan nasional. Jangan biarkan pandemi ini menciptakan gejolak politik seperti di Haiti dan Prancis saat wabah HIV dan black death di masa lalu. Kita harus belajar dari sejarah,” kata Simon.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *