Timredaksi.com, Maluku – Pada tanggal 24 Juni 2024, terjadi peristiwa meninggalnya seorang remaja berinisal AW di Kab. Kep. Aru, Prov. Maluku. Berdasarkan kronologi yang diperoleh melalui keterangan saksi di tempat kejadian perkara (TKP), terdapat beberapa perisitiwa yang mendahului sebelum AW meninggal dunia.
Penasihat Hukum Chandra Goba, S.H.,CCD. mengatakan, sebelum meninggal dunia AW sempat minum minuman keras (alkohol) bersama teman-temannya kurang lebih 5 orang di acara nikahan temannya.
“Sekitar Pukul 05:00 WIT, AW ingin pulang ke rumah dan meminta kunci motornya yang dipegang oleh salah satu temannya berinisila ME, karena tidak mendapatkan kunci motornya AW kemudian berselisih paham dengan ME. Atas perselisihan antara AW dan temannya ME datanglah seorang berinisial YS lalu memukul (tempeleng) AW dan ME yang pada saat itu sedang berselisih paham,” terang Chandra Goba.
Karena tidak diterima, lanjut Chandra, AW kemudian mengambil kursi di belakangnya lalu memukul ME yang sejak awal berselisih paham dengannya, namun kebetulan saat itu kursi yang dipukul mengenai JK yang merupakan seorang anggota TNI Aktif.
“Karena merasa tidak terima JK (Anggota TNI Aktif) kemudian mencekik leher AW hingga AW kesulitan untuk bernapas, pada saat yang bersamaan keluarlah si CB dari dalam rumah karena mendengar ada keributan diluar, kemudian CB mendekati AW dan menegurnya dengan cara memukul AW sebanyak 2 kali. Dimana pukulan pertama mengenai dahi AW dan pukulan kedua hanya mengenai tangan AW, “sambung Chandra.
Kemudian CB kembali ke dalam rumah usai menegur AW, namun baru melangkah sekitaran 2 sampai 3 langkah AW jatuh dan pingsan.
“Pada saat itu pihak keluarga CB yang ada disekitar kemudian mengangkat AW ke dalam rumah untuk melakukan pertolongan pertama dan dilanjutkan dengan membawa AW ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan penanganan medis lebih lanjut, namun setelah mendapatkan penanganan medis pertama di rumah sakit, pihak rumah sakit menyatakan AW meninggal dunia,” jelas Chandra.
Dari sekian banyak rangkaian kejadian sebelum meninggalnya AW pihak Penyidik Polres Kep. Aru hanya menetapkan CB sebagai tersangka tunggal atas dugaan tindak pidana sebagaimana dimaskud dalam pasal 338 Jo. 351 ayat (3) KUHP.
“Menurut kami dengan Penyidik yang tidak menggunakan pasal55 jo. 56 KUHP, sebetulnya akan menutup kemungkinan adanya pelaku lain yang bertangung jawab atas peristiwa ini. Karena pada dasarnya untuk menentukan siapa sebenarnya yang paling bertanggung jawab atas peristiwa ini bukanlah penyidik melainkan hakim di pengadilan berdasarkan minimal 2 alat bukti dan keyakinan hakim atas bukti-bukti yang diajukan,” tegas Chandra.
Selain itu, menurut Chandra, untuk membuktikan apakah meninggalnya si AW diakibatkan oleh pukulan pertama yang dilakukan oleh YS, atau cekikan dari JK (anggota TNI aktif) atau pukulan dari CB, atau ada sebab-sebab lainnya.
“Sehingga semua pihak yang terlibat harus terlebih dahulu ditetapkan tersangka karena siapa yang nantinya akan bertanggung jawab perlu pembuktian yang sangat mendalam apalagi sampai saat ini yang kami ketahui penyidik tidak pernah melakukan otopsi,” sambungnya.
Adapun kejanggalan lain, Chandra menyebut, selama proses penyidikan hingga P21 saat ini tidak pernah dilakukan rekonstruksi, gelar perkara, pemeriksaan terhadap TNI Aktif tidak dilakukan secara koneksitas dan lain-lain untuk benar-benar meyakinkan perbuatan mana yang mengakibatkan AW Meninggal dunia.
“Oleh karena itu kami merasa Penyidik dalam hal ini sangat prematur dan terlalu kaku dalam menetapkan siapa yang benar-benar bertanggung jawab atas peristiwa ini dengan hanya menetapkan klien kami CB sebagai pelaku tunggal sehingga hal tersebut menutup ruang adanya pelaku lain atas terjadinya peristiwa ini,” pungkasnya.