Jakarta_timredaksi.com–Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Fahira Idris, Tamsil Linrung, dan Edwin Pratama mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) agar ketentuan ambang batas pencalonan presiden (presidential Threshold_red) 20 persen dihapus.
Dalam gugatannya, Fahira Idris dan kawan – kawan didampingi tim advokat dan konsultan hukum Sayn Partners Law Firm
Fahira dkk meminta MK membatalkan ketentuan Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
“Memohon kepada Majelis Hakim Konstitusi yang terhormat pada Mahkamah Konstitusi RI untuk memeriksa, mengadili, dan memutus, menyatakan Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sepanjang frasa ‘yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen,” tulisl Fahira dalam permohonan, Kamis (30/12/2021).
“Dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya’ bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum tetap,” lanjutnya
Menurut Fahira Idris Dkk, Norma Pasal 222 UU a quo bertentangan dengan pasal 28D ayat (1) dan (3) yang memberikan kesempatan kepada:
Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum, serta untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
“Bahwa, dengan berlakunya pasal a quo telah menimbulkan ketidakpastian hukum dalam penyelenggaraan pemilu, khususnya terkait dengan sistem pengajuan pasangan calon presiden dan wakil presiden,” beber Fahira Idris yang memberikan kuasa ke Ahmad Yani itu.
Dengan adanya pemberlakuan Pasal 22 di atas, kata Fahira, telah menimbulkan perbedaan kedudukan, perbedaan pemberlakuan kepada setiap peserta pemilu yang nanti akan menjadi peserta pemilu, yaitu pencalonan presiden hanya diperbolehkan kepada partai politik yang sudah memiliki hasil pemilu sebelumnya.
“Bahwa ketentuan presidential threshold mengabaikan prinsip perlakuan yang sama di hadapan hukum (equality before the law) dan pemerintahan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28D ayat (3) UUD 1945 karena mempersempit peluang munculnya tokoh-tokoh alternatif dalam kontestasi pemilihan presiden,” ujar Fahira dkk.
Gugatan itu tercatat di laman MK dengan nomor 66/PUU/PAN.MK/AP3/12/2021 pada 27 Desember 2021.
Pemohon menyatakan, Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki pijakan hukum dalam konstitusi.
Sejumlah pasal dalam UUD 1945 yang dilanggar oleh Pasal 222 UU Nomor 7/2017, yaitu Pasal 22E ayat (1), (2), dan (6), Pasal 6A ayat (2), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28D ayat (3).
Selain itu, menurut Fahira dkk, ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden juga tidak sesuai dengan putusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013.