Jakarta – Ada sikap arogan Kanit Reskrim Polres Metro Jakarta Timur, Iptu Sonar Silaholo yang mengundang emosi Advokat Ir. Tonin Tachta Singarimbun yang juga sebagai Ketua Advokat Forum Wartawan Jakarta (FWJ).
Awal polemik terjadi pada hari Selasa (17/11) pukul 16.25 Wib ketika Tonin Tachta Singarimbun dan Julianta Sembiring mendampingi undangan penyidik reskrim Subnit I Harbang Polres Metro Jakarta Timur yang berkedudukan sebagai kuasa hukum dari H. Yusmal Chandra Subari seorang terlapor atas laporan Edi Kartono dengan Nomor: LP/964/K/IX/2018/Res Jt, tertanggal 20 September 2018 dengan dugaan penipuan dan penggelapan.
“Mulanya tidak ada masalah ketika kami masuk dan dampingi Yusmal Chandra, posisi kami berdua berjarak sesuai protokol kesehatan. Tiba-tiba Kanit Reskrim Sonar Silaholo keluar dari ruangannya dan langsung mengatakan cukup 1 orang saja yang mendampingi Yusmal Chandra. Nah disituhlah bang Tonin marah dan terpancing serta menanyakan peraturan resmi jika advokat hanya diperbolehkan 1 orang saja yang ada di dalam ruangan penyidik. “Ucap Julianta didepan Polres Metro Jakarta Timur, Selasa (17/11/2020) malam.
Julianta juga menyebut bahwa sebelumnya Kanit Rskrim Polres Metro Jakarta Timur, Sonar Silaholo terlihat sedang menerima tamu lebih dari 5 orang diruang kerjanya, dan setelah tamu-tamunya pergi, Sonar terlihat tertidur di sofanya.
“Tentunya sikap dan perkataan Sonar sangat tidak sesuai dengan apa yang diucapkannya untuk menjaga protokol kesehatan. Dan kami paham, pendampingan advokat atas klien kami Yusmal Chandra hanya dijadikan alasan protokol kesehatan oleh Sonar. “Ungkap Julianta.
Keributan yang akhirnya menjadi perhatian banyak orang serta adanya pelaporan Tonin Tachta Singarimbun ke Propam Mabes Polri, maka Kanit Rskrim dan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Timur melakukan penahanan terhadap Yusmal Chandra Subari.
“Itu gak etislah, mereka yang mancing keributan dengan alasan protokol kesehatan, dan mengusir salah satu dari kami sebagai advokat dari ruangan penyidik, kok klien kami harus ditahan. Itu sama saja menggunakan kekuasaan demi kepentingan pembelaan pribadi, dan bukan menegakan hukum. “Urai Julianta.
Advokat Julianta menegaskan bahwa pihaknya telah berkomunikasi ke penyidik Rasman untuk hadir pada hari Rabu (18/11/2020) pagi dan sekaligus membawa surat-surat yang dibutuhkan untuk kepentingan penyelidikan penyidik. “Padahal senen kemaren kita sudah saling komunikasi loh dengan penyidik untuk datang hari Rabu pagi, tapi tiba-tiba klien kami dijemput dirumahnya selasa siang tadi oleh penyidik dan kanit reskrim. Itu artinya ada dugaan skema masuk angin dari Pelapor untuk tetap memaksa klien kami di penjara. “Ulasnya.
Penyidik pemeriksa, Aipda Rasman saat dikonfirmasi atas penjemputan Yusmal Chandra di rumahnya tadi siang hanya sebatas untuk melengkapi keterangan. “Kami bukan jemput paksa, tapi menjemput terlapor yang sudah jadi tersangka untuk kelengkapan keterangan, dan tadi di rumah Yusmal Chandra juga saya katakan di depan istrinya tidak akan menahan, paling lama jam 9 malam Yusmal Chandra dikembalikan pulang. “Ujar Rasman di RS Polri sambil menunggu pemeriksaan kesehatan Yusmal Chandra, Selasa (17/11/2020) malam.
Berawal dari Yusmal Chandra dilaporkan oleh Edi Kartono sampai keluarnya Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin sidik/241/S.S/VII/2020/Reskrim, bulan Juli 2020, dengan dugaan tindak pidana sebagai dimaksud dalam pasal 378 KUHP dan atau pasal 372 KUHP yang terjadi pada tahun 2013 di kantor Notaris/PPAT RIJUL, SH., Jl. Alu-Alu Kel. Jati, Kec. Pulo Gadung Jakarta Timur dilakukan oleh.R. Agus Saptono dan Yusmal Chandra Subari.
“Saya tidak mengenal dan tidak pernah mengetahui kantor Notaris bernama RIJUL, SH yang beralamat di Jl. Alu-Alu, Kelurahan Jati, Kecamatan Pulo Gadung Jakarta Timur.” Kata Yusmal Chandra.
“Ini saya anggap adalah laporan palsu yang dibuat Edi Kartono, bahkan saat itu dikediaman Edi Kartono hanya dijadikan sebagai saksi serah-terima uang senilai Rp. 200 juta yang dserahkan langsung dari Edi Kartono ke R. Agus
Saptono alias Toni.
Yusmal Chandra Subari mengakui dirinya diminta Toni untuk menanda-tangani kwitansi sebagai saksi dan tidak ada hubungan konspirasi pelanggaran hukum seperti yang dituduhkan penyidik Polres Metro Jakarta Timur.
Sekjen Gerakan Advokat dan Aktivis (GAAS) Suta Widhya SH yang mendampingi saat ditanyakan pendapatnya menjelaskan bahwa hendaknya polisi mengutamakan sisi kemanusiaan sebelum mengambil langkah menjadi penindakan.
“Melihat fisik renta Pak Chandra ini kami jadi teringat 2 tahun lalu bagaimana dulu ucapan Sekretaris Dirjenpas Kementerian Hukum dan HAM L. Sitinjak bahwa program 10 tahun ke depan mestinya jumlah warga binaan pemasyarakatan (WBP) semakin berkurang. Negara terbebani biaya yang besar bila memenjarakan orang yang semestinya tidak pantas untuk dimasukkan ke dalam Lapas. Mestinya, kepolisian berpikir ke arah pembinaan bukan menyelesaikan target hingga seseorang masuk ke persidangan dan dipenjara, ” tegas Suta yang juga dikenal sebagai pengamat Kepolisian dan Perlapasan.