FeaturedNews

Pendapatan APBD Papua Tengah Tertinggi Nasional, Tapi Belanja Hanya 9%: Mendagri Kritik Keras, Komunitas Demokrasi Desak Evaluasi Menyeluruh

132
×

Pendapatan APBD Papua Tengah Tertinggi Nasional, Tapi Belanja Hanya 9%: Mendagri Kritik Keras, Komunitas Demokrasi Desak Evaluasi Menyeluruh

Share this article

Timredaksi.com, Jakarta – Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian melontarkan kritik keras terhadap Pemerintah Provinsi Papua Tengah dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah yang digelar di Aula Sasana Bhakti Praja, Kantor Pusat Kemendagri, Jakarta. Kritik tersebut merespons anomali serius antara capaian pendapatan dan realisasi belanja daerah di Papua Tengah.

Menurut Tito, hingga Mei 2025, Papua Tengah mencatat pendapatan APBD tertinggi secara nasional, yakni sebesar 48% dari target tahunan. Namun, ironi terjadi ketika realisasi belanja daerah hanya mencapai 9%. “Papua Tengah ini pendapatannya hampir 50 persen, luar biasa. Tapi yang menyedihkan dan jadi pertanyaan besar kita adalah, belanjanya mana? Belanjanya baru 9 persen. Artinya uangnya disimpan di bank, tidak menggerakkan ekonomi daerah,” ujar Tito.

Fenomena ini memunculkan pertanyaan besar mengenai efektivitas pemerintahan daerah dalam mengelola dan menyalurkan anggaran untuk kepentingan publik.

Berbagai kalangan menilai bahwa rendahnya realisasi belanja bukan semata soal niat, tetapi berkaitan erat dengan kondisi struktural dan teknis daerah yang baru mekar. Papua Tengah merupakan salah satu daerah otonomi baru (DOB) yang lahir melalui pemekaran wilayah pada 2022, dan masih berada dalam tahap konsolidasi pemerintahan.

Baca Juga  Tiba-tiba Anak Buah AHY Minta Jokowi Robohkan Proyek Hambalang, Ini Alasannya

Beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab rendahnya serapan anggaran antara lain: keterlambatan pembentukan organisasi perangkat daerah (OPD) dan minimnya SDM yang kompeten; masalah teknis dan administrasi, seperti keterlambatan pengesahan DPA dan lambatnya proses pengadaan barang dan jasa; perencanaan program yang tidak memadai di tingkat lokal; dan ketakutan pejabat daerah terhadap risiko hukum akibat pengawasan ketat dari lembaga audit, sehingga banyak anggaran ‘ditahan’ sebagai bentuk kehati-hatian.

Minimnya realisasi belanja berdampak langsung pada stagnasi pembangunan dan pelayanan publik. Infrastruktur dasar seperti jalan, air bersih, dan fasilitas kesehatan belum tersentuh. Dana yang seharusnya menjadi motor penggerak ekonomi daerah justru tersimpan di perbankan, tanpa memberikan manfaat riil bagi masyarakat.

Direktur Eksekutif Komunitas Demokrasi (Kode) Papua, Toenjes Swansen Maniagasi, S.H menyampaikan keprihatinan mendalam atas situasi ini.

Dalam keterangannya pada awak media, Senin (26/5/2025), kritik Mendagri adalah sinyal darurat bahwa Papua Tengah membutuhkan evaluasi menyeluruh terhadap manajemen pemerintahan dan anggaran.

“Kondisi ini mencerminkan ketidaksiapan birokrasi Papua Tengah dalam menjalankan fungsi dasar pemerintahan. Jangan sampai rakyat jadi korban karena pemerintah gagal menyerap anggaran yang sudah tersedia. Ini bukan hanya soal teknis, tapi soal tanggung jawab moral dan politik,” tegas Maniagasi.

Baca Juga  Kemenag Kenalkan Moderasi Beragama pada Dunia Islam

Ia juga menilai bahwa pemerintah pusat perlu memberikan pendampingan intensif, bukan hanya teguran. Pendekatan solutif seperti pelatihan SDM, percepatan perencanaan program prioritas, serta penyederhanaan birokrasi pengadaan menjadi langkah yang tidak bisa ditunda.

“Kasus Papua Tengah adalah gambaran bahwa besarnya pendapatan daerah belum tentu mencerminkan kinerja pemerintahan yang efektif. Dalam konteks ini, realisasi anggaran adalah tolok ukur nyata apakah pemerintah bekerja untuk rakyat atau tidak,” kata Maniagasi yang juga pengacara di Jakarta.

Kritik Mendagri harus dijadikan momentum untuk memperbaiki tata kelola keuangan daerah secara serius, bukan hanya di Papua Tengah, tetapi juga di daerah-daerah pemekaran lainnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *