Nasib Koran Di Era Digital
Oleh: DPN BMI Farkhan Evendi
Perubahan iklim media massa kini sudah bergerak ke ranah digital. Tentu hal ini dipengaruhi olek iklim global dimana media sosial sudah menggerus keberadaan koran yang sudah merajai media masa beberapa Dekade.
Kini, nasib koran sudah tak menentu dengan kehadiran media online, di era digit. Tragedi ini tentu saja membuat lesu mereka yang selama ini menggantungkan kehidupan dengan memanfaatkan koran sebagai mata pencaharian.
Sejumlah orang kini tak lagi muncul di pinggir jalan selain tentunya para sepuh yang tak tahu lagi mau mencari uang lewat mana selain berjualan koran. Internet telah memberengus era koran.
Sekelas Dahlan Iskan pun tak berani pyur mengatakan bahwa medianya Disway sebagai Koran.
Koran digital menjadi hal yang mudah dibuat siapa saja dan iklan lebih murah lewat media sosial, via instagram dan akun digital lainnya yang kini sudah banyak digunakan oleh para media, bahkan media besar pun sudah bergerak menuju era digital.
Giat literasi dirasa sulit maksimal karena pada dasarnya masyarakat lebih suka membaca lewat gawai. Yang dipandang lebih praktis dan lebih mudah didapatkan pada saat keterbukaan informasi seperti saat ini.
Di surabaya misalkan di depan RSUD Dr Soetomo yang jualan koran nampak ibu-ibu sepuh dan nampak kesulitan menjual koran tatkala orang-orang rapi keluar bekerja tinggal mendapat informasi melalui aplikasi koran digital di HP nya.
Nasib kios-kios pun nyaris gulung tikar di tengah masyarakat yang mayoritas bukan masyarakat pembaca
Menkominfo dan berbagai stakholder nampak tak maksimal menggiatkan kampanye literasi terutama langganan Koran.
Nasib pedagang Koran semakin tak menjanjikan padahal ini profesi yang pernah menghidupi banyak orang.
Menurut kami perlu ada gerakan membeli koran secara masif karena bagaimanapun sektor UMKM ini menolong banyak orang termasuk juga di aspek literasi dimana walau era digital.
Bagaimanapun mereka para penjual koran sejatinya adalah pahlawan literasi juga perlu adanya hadiah dan penghargaan sejenis oleh perusahaan media media besar bagi mereka yang menjadi ujung tombak penjualan koran.
BMI mendorong agar perlu juga kolaborasi gerakan cendikiawan dalam upaya mengkampanyekan membaca Koran termasuk juga organisasi kemahasiswaan dan kepemudaan.
Koran Digital berjamuran namun koran biasa termasuk majalah adalah khazanah yang harus terus kita jaga dan kita rawat.
Mereka adalah rejeki bagi penjual media di kios-kios, jalanan,kalangan redaksi, kolomnis yang menulis. Bahkan kalau perlu subsidi negara pun tak masalah karena koran diluar negeripun ada yang dibagikan gratis.
Membaca koran sejatinya merupakan budaya yang tetap keren di era kekinian. Kemenangan media sosial adalah juga karena yang pemakai juga bisa menulis di media yang ada menjadi konstributor dan lain sebagainya
BMI mengajak agar Media konvensional memperluas sisi keterlibatan masyarakat dalam menulis. Desa-Desa yang menjalankan program langganan koran gratis juga boleh membeli lebih banyak dan dibagikan gratis ke setidaknya lima puluh kepala rumah tangga tiap hari.