Kemerdekaan Hari Ini : Burung Garuda Yang Terbang Dalam Sakit dan Tangis
Oleh Ketum DPN BMI Farkhan Evendi
17 Agustus menjadi tanggal bersejarah yang selalu diperingati setiap tahunnya. Sang Proklamator sekaligus Founding Father dan Presiden Republik Indonesia Pertama dengan gagahnya dihadapan jutaan rakyat Indonesia membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Proklamasi yang dibacakan Soekarno menegaskan pengakuan bahwa bangsa Indonesia telah merdeka. Segala bentuk penindasan dan penjajahan menandakan sudah dibungihanguskan dimuka bumi Indonesia.
Kemerdekaan Indonesia sudah seharusnya mengingatkan kita pada kewajiban untuk membangun bangsa dan menjaga kerukunan dan persatuan, serta menjaga nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam cita-cita para pendiri bangsa yang telah berjuang mengorbankan jiwa raga untuk kemerdekaan Indonesia.
Kemerdekaan hari ini, menjadi renungan reflektif kita semua, yang setiap hari berada di jalan, menguras keringat di lapangan, mengadu gagasan di ring politik, mengadu doa di masjid, surau atau tempat-tempat ibadah lain, dan semua lindi sendi kehidupan.
Kemerdekaan kita diberengi dengan renungan yang mendalam atas segala bentuk musibah yang terjadi di Tanah Air, khususnya yang paling dahsyat saat ini adalah musibah kesehatan yang mengakibatkan lumpuhnya segala sektor kehidupan rakyat.
Kemerdekaan di masa pandemi kita ibaratkan seperti burung garuda yang terseok-seok dalam cakrawala, terbang tak tau arah dan sakit tak tau obat. Burung Garuda yang gagah kini bagaikan dihujanin peluru namun harus tetap terbang ditengah kesakitan.
Ya Burung Garuda yang terus terbang dengan mengerang kesakitan dan mengalirkan air matanya.
Dalam batin suasana kesakitannya, Burung Garuda bertanya, apa kita sedang akan tenggelam, dengan gempuran hebat tantangan dari luar dan dalam, itulah kemelut burung Garuda.
Dinamika demokrasi juga selalu hadir dan memunculkan dinamika perbedaan yang tak dapat diselesaikan dengan butir-butir kesepakatan mufakat.
Belum lagi, perkembangan persoalan politik dan isu-isu penggembosan satu sama lain yang berujung pada permusuhan semakin menambah sakitnya Burung Garuda.
Kondisi yang seperti ini, apakah tidak ada pikiran dari kita semua untuk mencari lagi untuk meluruskan bagimana agar kita menjadi tatanan menuju masyarakat, menuju negara yang gemah ripah loh jinawi.
Ibu Pertiwi, di momentum hari mulia ini, ampunilah kami yang tak seheroik para Pahlawan dalam menjagamu.
Ibu pertiwi, ampunilah kami yang tak kuasa menahan ketakutan bila melihat kezaliman disaat kami harus mengisi kemerdekaan ini.
Ibu pertiwi, maafkan kami yang kerap lemah lunglai padahal cita-cita kemerdekaan harus dituntaskan dengan kerja yang jauh lebih hebat daripada saat merebut kemerdekaan.
Ibu Pertiwi, maafkan kami yang terpecah belah dan kami mudah terseret provokasi pecah belah dari anak negeri yang menjual idealismenya.
Ibu Pertiwi, maafkan kami yang kurang aktif menolong mahasiswa yang berjuang ditengah jalan-jalan berupaya merobohkan setan kekuasaan yang mengengkang.
Tulisan ini hanya sekedar merefleksikan bagian dari upaya meminta maaf kita pada cita-cita besar pendiri bangsa
Tentu kita tetap berupaya ikut semangat seperti heroisme yang dikobarkan kalangan lain di hari kemerdekaan.
Tapi izinkan kami mengisi hari kemerdekaan dimasa pelik ini di bagian menyalakan lilin di malam gelap dengan renungan.
Maafkan kami yang terus menangisi dan hanya itu yang kami bisa.
Hanya kuharap esok pagi sukma bumi putra bangkit dan melawan.
Seperti Gajah Mada yang mengangkasakan garudamu, menuntaskan Sumpah Persatuan dan dengan kejujuran kolektif kami mampu bangkit dari berbagai krisis dan berhasil melawan pihak-pihak yang terus mencari keuntungan dengan memperpanjang krisis.
Ibu Pertiwi, semoga nyala para arsitek peradaban termasuk di kekuatan aktivis politik idealis tetap kau buat terjaga untuk melakukan perubahan jangka panjang, mempersiapkan aktor baru peradaban yang sepadan dengan tantangannya.
Refleksi kemerdekaan ini harus menjadikan satu pemikiran supaya langkah kita menjadi satu ruh dengan cita-cita kemerdekaan dan menjadi tujuan yang tidak membingungkan.
Tugas kita, harus meluruskan kembali pada cita-cita kemerdekaan. Ibu Pertiwi pasti sangat menyetujui untuk melakukan sesuatu yang berguna bagi bangsa dan negara meskipun pengorbanan yang kita lakukan hanya sebatas yang bisa kita lakukan.