Jakarta – Mengucapkan selamat natal yang dilakukan oleh seorang muslim kepada umat Kristiani selalu menjadi polemik yang muncul menjelang dan saat tanggal 25 Desember setiap tahunnya.
Menurut Ketua Umum Masyarakat Pesantren, KH Hafidz Taftazani, hal itu seharusnya tidak menjadi perdebatan kusir yang tidak ada berhentinya setiap tahun dan selalu diributkan oleh sekedar ucapan selamat natal.
Kiyai Hafidz menjelaskan bahwa kita harus memahami ayat Al-Quran, surat Al-Baqarah ayat 285 yang berbunyi:
laa nufarriqu baina ahadin min rusulih.
“Kami tidak membeda-bedakan seorang pun dari rasul-rasul-Nya.”
“Bahwa kita tidak boleh membeda-bedakan kepada rasul Allah. Saat kita mengucapkan selamat terhadap kelahiran nabi Muhammad, lalu apa kita tidak boleh mengucapkan selamat kepada kelahiran nabi Isa Al-Masih? Kita sebagaimana di dalam al-Quran itu tidak boleh membeda-bedakan,” ucap Kiyai Hafidz dalam keterangan yang diterima media, Sabtu (26/12/2020).
Selain itu, menurut Kiyai jebolan Universitas Ummul Quro Makkah, mengatakan bahwa sekedar untuk mengucapkan selamat, tidak perlu dibesar-besarkan sehingga menimbulkan polemik di kalangan masyarakat atau ummat Islam.
“Bagi orang yang mengatakan bahwa memperingati maulid nabi adalah bid’ah maka yang namanya memperingati hari lahir nabi Isa otomatis lebih bid’ah lagi. Tapi bagi yang mengatakan maulid nabi tidak bidah, tentu memperingati kelahiran Isa Almasih tidak bidah,” jelasnya.
Pengasuh Ponpes Darul Ulum, Cipari, Cilacap ini memaparkan bahwa persoalan yang mendasar adalah selain mengucapkan natal apakah kita melakukan ibadah seperti agama nasrani atau tidak.
“Kita umat islam kan selama ini hanya meyakini nabi Isa itu nabi kita, tapi tidak satupun orang islam ikut ibadah seperti ibadahnya orang nasrani,” katanya.
Sebagai direktur utama travel wisata muslim (PT Alharamain Jaya Wisata) yang sudah puluhan kali membawa jamaah ke Masjidil Aqsho, Kiyai Hafidz juga telah membuktikan dengan cara lain yaitu pada saat ziarah ke Masjidil Aqsho. Disana Kiyai Hafidz mengajak para rombongan jamaahnya untuk membaca surat Al-Fatihah.
“Dan itu kita yakini baca al-Fatihah kepada Nabi Isa sama dengan kita baca al-Fatihah kepada Nabi Muhammad. Saat di makam Siti Maryam, kita juga baca al-Fatihah disitu, juga saat di Golgota di tempat yang menurut Agama Islam adalah tempat Nabi Isa diangkat ke langit, kita juga disitu mendoakan sebagaimana kita mendoakan kepad sayyidina nabi Muhammad SAW,” urainya.
Begitu juga saat di Betlehem, lanjutnya, dimana Nabi Isa di lahirkan, Kiyai Hafidz bersama jamaahnya juga membaca Al-Fatihah. Pada saat di Hebron juga baca Al-Fatihah untuk nabi Ibrahim as dan nabi Ishaq as.
“Persoalan menjadi berbeda adalah karena ada umat Islam yang menyataan bahwa maulid nabi Muhammad itu bid’ah. Orang yang menyatakan maulid nabi Muhammad bid’ah, maka orang yang menyatakan maulid nabi Isa juga bid’ah. Jika itu yang dijadikan standar kita maka selamanya kita akan berbeda,” sambungnya.
Persoalannya perbedaan ini, menurut Kiyai Hafidz tidak akan ada penyelesaiannya, padahal kita menghormati Nabi Isa sama dengan mengormati nabi-nabi lainnya yang sudah kita kenal ada 25 nabi. (Salsa)