Jakarta, Timredaksi.com – Seorang warga wajib pajak kendaraan bermotor Oktavia Kansil mempertanyakan soal pembayaran pajak yang tidak sesuai dengan jumlah pajak yang semestinya ia keluarkan. Kejadian tersebut ia ceritakan kepada awak media, di Jakarta, Selasa (12/1/2021).
Menurutnya, pajak yang keluar sesuai dengan aplikasi wajib pajak sebesar Rp 6 jutaan. Namun jumlah yang tertera di KTL menggelembung hingga Rp 20 jutaan.
“Sesuai aplikasi wajib pajak, saya harus membayar Rp 6.414.800, namun di STNK tertera Rp 20.360.400. Padahal wajib pajak kendaraan saya cuma satu tahun, ini bukan pergantian plat,” ucap Oktavia.
Hal lain yang menjadi pertanyaan Oktavia adalah soal mutasi pajak kendaraan. Menurutnya, mutasi kendaraan mestinya tidak perlu dilakukan karena memang tidak melakukan mutasi dan disitu tertera mutasi sehingga menjadi hal yang janggal.
“Nama atas nama STNK, BPKB dan domisili kan sama, masa di mutasi,” paparnya.
Oktavia menjelaskan, kejadian pada saat ia membayar pajak terjadi pada bulan September 2019 lalu, namun baru sekarang hal ini ia ketahui.
Mendengar informasi atas kejadian tersebut, awak media bergerak menuju Samsat Jakarta Utara untuk meminta konfirmasi perihal kejadian yang menimpa Oktavia.
Konfirmasi Kanit Pajak Samsat Jakarta Utara
Kanit Samsat Jakarta Utara Rimson menjelaskan, kejadian soal pembengkakan pajak menurutnya bukan ranah polisi, namun ramah Pemda atau Pejabat Pajak. Ia pun mengarahkan media untuk mendatangi Pemda Pajak yang ada di Lantai 3 Samsat Jakarta Utara.
Kemudian media pun bergerak menuju lantai tiga dan bertemu Kanit Pajak Samsat Jakarta Utara.
Kanit Pajak Samsat Jakarta Utara Benyamin menjelaskan, pihaknya sudah mengecek di aplikasi wajib pajak. Menurutnya, sesuai dengan kode yang ada di dalam laporan wajib pajak, kejadian tersebut tidak dilakukan di Samsat Jakarta Utara namun di Samsat Jakarta Timur.
“Sudah kita cek, berdasarkan hasil yang kita temukan, itu tidak dilakukan di sini tapi di Samsat Jakarta Timur,” ucap Benyamin.
Menurut Benyamin, pihaknya menyayangkan kejadian tersebut. Namun, ia yakin bahwa yang melakukannya adalah oknum yang tidak bertanggung jawab.
Usai mendapatkan informasi laporan yang diperoleh, awak media selanjutnya akan mendatangi Samsat Jakarta Timur untuk mendapatkan informasi yang tepat.
Untuk diketahui, kejadian ini masuk dalam pasal 372 KUHP tentang Penggelapan dalam hal permintaan pembayaran kepada konsumen.
Selain itu, juga ada unsur pidana yaitu pasal 263 KUHP yang unsur-unsurnya sebagai berikut :
(1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.