Jakarta_timredaksi.com–Persoalan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Kabupaten Yalimo, Aktifitas Pemilih Demokrasi di Jakarta Sabar Sipahutar mengatakan Mahkamah Konstitusi (MK) diingatkan harus membuka semua borok oknum penyelenggara dan pemerintah daerah.
Dalam pelaksanaan demokrasi di Pilkada Yalimo Sabar menyampaikan bahwa PSU di Yalimo tesebut telah mencerai harapan dalam putusan MK untuk mencari keterwakilan masyarakat secara demokrasi.
“Demokrasi dalam pilkada Yalimo telah dirusak oleh oknum Penyelenggara bersamasama oknum pemerintah daerah dan pihak-pihak yang seharusnya menjaga keamanan,” ujar Sabar melalui pesan tertulisnya Jum’at 4/2/2022.
Lanjut Sabar mengukapkan bayangkan hasil Pemilihan PSU sangat tidak relefan dari Jumlah Daftar Pemili di Pilkada Yalimo yang dibuat Agustus Tahun 2020.
“Sebesar 90.948 Suara kemudian Hasil Pemili Paslon 01 mendapatkan Suara 48.504 Suara dan Paslon 02 mendapatkan 41.548 Suara dan Suara tidak Sah sebesar 896 Suara jadi Total Surat Suara yang terpakai sebesar 90.948 Suara sama dengan Jumlah DPT,” ungkapnya
“Dari pemantauan kami dilapangan bersama-sama awak media terutama di daerah Distrik Ellelim dan distrik apalapsi sangat minim pemilih yang datang bahkan cenderung mereka masih ketakutan akibat kerusuhan,” lanjutnya
Belum lagi kata Sabar warga-warga pendatang yang masih mengungsi di Waymena atau Jayapura menambah sepinya partisipasi masyarakat dalam pemilihan tersebut.
“Saya minta kepada MK untuk Extra hati-hati jangan sampai ada oknum yang tergiur dan terkomtaminasi dalam pengambilan keputusan dalam penanganannya,” tukasnya
Sabar Sipahutar berharap bahwa permasalahan perpanjangan waktu yang dilakukan oleh KPU Yalimo dengan dasar anggaran harus dicermati dengan baik jangan sampai menimbulkan konflik horisontal yang baru.
“Perpanjangan pelaksanaan Pilkada Yalimo jelas-jelas ditolak oleh Paslon 01 Pasangan Lakius Peyon dan Nahum Mabel termasuk Erdi Dabi calon yang diskualifikasi karena telah melewati amar putusan dengan alasan bahwa lutusan MK final dan mengikat semua Pihak termasuk rakyat,” paparnya
“MK tidak boleh mentolelir sikap KPU Kabupaten Yalimo dalam melaksanakan perpanjangan Pilkada tahun 2020 yang akan menjadi preseden buruk dikemudian hari dan dimasa mendatang,” jelasnya
Dalam pelaksanaan putusan MK baik dalam PSU, keputusan pemilihan serentak tahun 2024 sudah diambang pintu dan injuri time kalau MK salah memutuskan Pilkada Yalimo ini maka cenderung dikemudian hari akan disalahgunakan bagi Jajaran Komisi Pemilihan Umum dimasa mendatang dan untuk tidak lagi independen dan dengan gampang tidak mentaati Putusan Mahkamah Konstitusi dimasa-masa mendatang dengan berbagai macam alasan.
“Karena pelaksanaan putusan MK sangat tergantung pada kesadaran dan ketaatan pihak terkait, tidak arogansi dari masing-masing lembaga yang menjadi addressat putusan. Untuk mentaati jangan sampai oleh karena kelemahan kekuatan eksekutorial MK tersebut justru pada akhirnya akan merugikan pencari keadilan, atau akan menghambat agenda ketatanegaraan dalam proses Demokrasi,” Tutupnya.
Sebelumnya berdasarkan hasil rekapitulasi dari seluruh distrik (kecamatan) di Yalimo, pasangan nomor urut satu, Nahor Nekwek-John Wilil, meraih suara terbanyak, yakni 48.504 pemilih.
Sedangkan pasangan nomor urut dua, Lakius Peyon dan Nahum Mabel meraih 41.548 suara
“Kami memberikan batas waktu selama lima hari apabila ada pasangan calon yang keberatan dengan hasil rekapitulasi tersebut. Apabila tidak ada gugatan ke Mahkamah Konstitusi, maka kami akan segera menetapkan hasil rekapitulasi ini,” ujar Ketua KPUD Yalimo Yehemia Waliangge, saat dihubungi melalui sambungan telepon, Senin (31/1/2022).
Ini merupakan PSU kedua Pilkada Yalimo. Hasil Pilkada Yalimo dan PSU pertama Pilkada Yalimo dibatalkan setelah adanya gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK).
Oleh karena itu, KPU berharap, hasil PSU ini bisa menjadi keputusan tetap sehingga bupati dan wakil bupati definitif segera dilantik.
“Kami berharap tidak ada lagi masalah yang menyebabkan kembali PSU di Yalimo. Total sudah terjadi dua kali PSU yakni pada tanggal 5 Mei 2021 dan 26 Januari 2022,” kata Ketua KPU Papua Diana Simbiak.