Timredaksi.com – Sidang Sinode Gereja Krsiten Injil (GKI) ke XVIII di Tanah Papua sedang berlangsung (18-24 Juli 2022). Pantai Sarfambai, Waren, Kabupaten Waropen dipilih sebagai tempat pembukaan. Pantai itu di padati peserta sidang, para undangan, perwakilan Pemda Papua dan Papua Barat, DPR Papau dan DPR Papua Barat, serta masyarakat Waropen.
Agenda utama Sidang Sinode adalah dalam rangka evaluasi terhadap tugas panggilan pelayanan yang telah dilakukan selama lima (5) tahun. Namun agenda Sidang Sinode ke XVIII GKI di Tanah Papua juga ada Sesi Diskusi Panel dan mulai berlangsung, Selasa (19/07/2022).
Hadir sebagai panelis Prof. Jhon Titaley, mantan Rektor Univetsitas Kristen Indonesia Maluku (UKIM) dengan judul materi: Kasih Kristus Menggerakkan Gereja Mewujudkan Rekonsiliasi dan Kesatuan Bangsa Untuk Keadilan, Kedamaian, Kesejahteraan di Tanah Papua; Prof. Dr. Charlie D. Heatubun, S.Hut, M.Si (Kepala BRIDA Provinsi Papua Barat/Guru Besar Fahutan Unipa) dengan judul materi: Peran Gereja dalam Mewujudkan Keadilan, Kedamaian dan Kesejateraan di Tanah Papua di Era Otonomi Khusus Papua; Pdt. Dr. Anton Rumbewas, M.Th (Dosen STT IS Kijne) dengan topik: Membarui kualitas kemandirian Gereja untuk menjadikan GKI di Tanah Papua sebagai Gereja Pembawa Keadilan, Kedamaian dan Kesejahteraan.
Charlie D. Heatubun dalam penjelasannya mengingatkan kembali pentingnya Gereja mengambil peran dalam mewujudkan keadilan, kesejahteraan, dan kedamaian di Papua sehingga pembangunan berkelanjutan bisa terlaksana.
Ada dua alasan mengapa Gereja harus terlibat aktif. Pertama “alasan iman sebagaimana disebutkan dalam Alkitab (Mazmur 72: 2, 3) bahwa Kasih Kristus menggerakan kemandirian Gereja untuk mewujudkan Keadilan, Kedamaian dan Kesejateraan; Mazmur 85: 9-13: Kasih dan kesetiaan bertemu, keadilan dan damai sejahtera bercium-ciuman; Lukas 9: 10-17: Gereja yang menyembuhkan dan memberi makan”, ujar Kepala BRIDA Provinsi Papua Barat.
Kedua, pemerintah tidak mungkin bekerja sendiri, itu tidak cukup, diperlukan keterlibatan berbagai elemen masyarakat. Gereja ada disitu dan bisa mengambil peran. Pemerintah Pusat sudah berkomitmen mendorong kesejahteraaan masyarakat Papua yang dibuktikan dengan UU Otsus dan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Papua. Pemda pun demikian terus melakukan berbagai program dan pelayanan untuk masyarakat Papua.
Guru Besar Fahutan Unipa itu mengajak komunitas Gereja di Papua untuk berkolaborasi. Pemerintah sangat terbuka untuk bekerjasama dengan Gereja untuk mengakselerasikan berbagai program kesejahteraan dan kedamaian di Papua.
“Geraja juga bisa mengusulkan program apa yang bisa di kolaborasikan, gereja bisa menjadi katalisator antara warga dengan pemerintah. Ini akan sangat efektif dalam menggerakan pembangunan secara berkelanjutan di Papua”, tegasnya.
“Papua ini kaya akan Sumberdaya Alam (SDA), ini semua berkat dari Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Tugas kita semua, pemerintah, gereja untuk bersama-sama mengelola kekayaan ini untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Papua”, ucap Charlie D. Heatubun.
Charlie D. Heatubun menegaskan bahwa kekayaan SDA harus di kelola dengan arif dan bijaksana. Artinya kegiatan ekonomi terutama ekstarktif penting untuk pembangunan ekonomi, namun aspek keberlanjutannya juga sangat penting di perhatikan. Nah gereja bisa mengambil peran untuk memastikan pembangunan di Papua menjalankan prinsip-prinsip berkelanjutan.
Diakhir acara, Prof. Dr. Charlie D. Heatubun menyerahkan Buku “Papua Barat Menuju Pembangunan Berkelanjutan dan Buku Pengelolaan Situs Pulau Mansinam” kepada Ketua Sinode GKI di Tanah Papua, Pdt. Andrikus Mofu, M.Th.
Buku tersebut merupakan rangkuman aktivitas pembangunan dan capaian kinerja Pemerintah Provinsi Papua Barat dalam lima tahun terakhir.