Oligharki : Penyakit Kantong, Akhlak Bodong
Oleh: Ketua Umum DPN BMI Farkhan Evendi
Warga Indonesia lagi-lagi mendapatkan berita yang menggemparkan. Ditengah kondisi dan situasi yang tak jelas soal masa depan rakyat akibat virus corona, kini muncul berita mafia bisnis Polymerse Chain Reaction (PCR).
Apa Kabar kita semua hari ini atas ulasan Majalah TEMPO yang membabat habis mafia PCR yang kini banyak diistilahkan orang Pasti Cari Rupiah.
Indikasi PCR menguntungkan perusahaan sejumlah kolega menteri dan mitra penguasa lain kian tertebak.
Belum ramai kisruh Panama Papers kini mulai lagi kisruh PCR. Kita bersyukur majalah TEMPO berani memuat investigasi mendalam soal hal ini. Namun yang terpenting sebagaimana aparat penegak hukum menangkap semua oknum yang bermain atas bisnis tes PCR tereebut. Tak pandang bulu, semua harus diseret ke meja hijau atas alasan apapun.
Oligharki yang kini luar biasa menyedot kesehatan dan ekonomi rakyat sejatinya berasal dari penyakit hati bernama kerakusan.
Kerakusan membuat orang tak cukup menghancurkan satu gunung, dia bakal mencari gunung lain untuk dihancurkan .
Kerakusan bak api yang semakin membesar dan sulit dikendalikan dan akan menjalar ke sekitarnya hingga menghancurkan seluruh apa yang dilaluinya menjadi abu.
Pertanyaan sederhana adalah siapa mampu mengendalikan api yang terus menjalar. Sedangkan oligharki terus berusaha menyalakan api secara besar-besaran.
Dalam sejarah kerakusan di Indonesia yang kita alami dan saksikan bersama, adalah kerakusan yang membuat seorang pebisnis bernama Aburizal Bakrie tak jua kunjung memenuhi buah kerakusannya yaitu korban lumpur lapindo yang hingga kini hidup menderita tanpa ganti rugi memadai kecuali pemandangan yang menyakaitkan wisata lumpur yang menampar kita semua khususnya warga Sidoarjo dan terlebih kawasan tapal kuda.
Kerakusan juga membuat seorang Menteri bernama Luhut mengambil semua posisi strategis bak dia seorang perdana menteri. Beberapa jabatan menteri pun diembannya sekaligus.
Kerakusan membuat gatal kepala orang-orang yang ingin untung terus dan ingin datang ke semua meja makan kebijakan publik yang menguntungkan dirinya.
Bodongnya kaum oligharki harus diingatkan bukan semata kerja politik melainkan menjaga keseimbangan : Alam, ekonomi dan politik.
Kembali ke tes PCR yang semakin menyusahkan kita semua dalam menjalani proses mobilitas kehidupan masyarakat.
Susah sekali rakyat memahami kebijakan pemerintah yang satu ini kecuali pemerintah mau mengratiskan, vaksinisasi benar-benar merata dan perlu terobosan di penemuan obat-obatan herbal yang menguatkan imunitas itu jauh lebih baik.
Tes PCR yang sejak muncul di Indonesia berharga di kisaran Rp 1.000.000,- kini mengundang polemik hingga akhir-akhir ini di kisaran Rp 300.000,- .
Tes PCR berat sekali kita terima, ditengah pemerintah mendorong rakyat untuk mengikuti vaksin, rakyat juga maih diperkosa dengan sejumlah kebijakan yaitu tes PCR, rapid dan lainnya. Sehingga lama-lama melucu dengan drama ini hanya akan menyusahkan kita semua.
Yang harus di tes sebetulnya kesadaran pada soal kerakyatan di lingkungan oligharki.
Paket oligharki dan paket menyengsarakan rakyat dijalankan dengan baik oleh Luhut, Erick tohir dan sebagainya.
Mafia bisnis kesehatan rakyat yang mereka pikir cuma tiga M yakni Menjilat penguasa, Menindas Rakyat dan Membuat politik pada nyawa rakyat dan ujungnya mengadu domba rakyat.
Maka penguasa tak ubahnya seorang dokter abal-abal yang memaksa rakyat membeli obat-obat mahal agar menguntungkan si pembuat obat dan pembuat obat itu memberi fee ke dokter. Tidak ada korupsi secara nyata disitu, tak ada kerugian negara tapi uang rakyat terambil untuk hal-hal urgen kian nyata.
Kita sedang dalam proses dihabisi begal kesehatan yang mengatasnamankan kebijakan.
Sampai kapan hal ini akan berakhir jika mafia-mafia masih berkeliaran bebas di kursi kemewahan. Dilayani dengan fasilitas kenikmatan dan keserbaadaan.
Maka, langkah nyata sebagai rakyat biasa adalah mendoakan dan menyampaikan kepada keadilan yang bertengger di negeri ini.