News

Presidential Threshold 20 Persen Adalah Persekongkolan Mematikan Persaingan Sehat

Presidential Threshold 20 Persen Adalah Persekongkolan Mematikan Persaingan Sehat

Oleh Ketum DPN BMI Farkhan Evendi

Pemilihan Umum tahun 2024 di bayang-bayangi perdebatan soal ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden atau Presidential Threshold (PT) sebesar 20 persen. Dengan bahasa yang sederhana maka dapat diartikan bahwa untuk dapat mencalonkan calon Presiden dan calon Wakil Presiden pada pemilu 2024 harus memiliki 20% kursi DPR RI, atau setidaknya 115 kursi DPR RI.

Dengan kondisi tersebut sesuai sesuai dengan UU no 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum maka tak dapat dimungkiri Pilpres 2024 ini akan mempengaruhi perolehan kursi parlemen, baik DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kota/Kabupaten, bahkan mempengaruhi Pilgub dan Pilkada Kota Kabupaten. Sementara Partai yang tidak mampu mengusung kader dalam Pilpres 2024 berpotensi besar untuk tidak lolos parliamentary threshold atau akan hilang dari parlemen.

Berkaca dari spirit awal soal gagasan PT 20 persen beberapa tahun lalu adalah untuk mencegah kemungkinan terjadinya Pilpres dua putaran dengan alasan jika pilpres dilakukan dua kali putaran maka akan terjadi pemborosan pembiayaan. Namun ternyata anggapan tersebut tidak bagus bagi perkembangan demokrasi di Indonesia. Akhirnya, para pakar pun menggugat aturan PT 20 persen karena menilai, PT20 persen menyalahi asas pemilu bahkan dapat diasumsikan menyalahi aturan berdemokrasi.

PT 20 Persen sebagai syarat lolosnya pencalonan seseorang merupakan bentuk sikap yang dominan kepentingan dan hutang jasa yang besar pada pengusung. Bahkan, ini bisa dimainkan oleh para pengusung dan ini sangat mencederai nilai demokrasi. PT 20 Persen merupakan angka yang membuat tersenyum dua partai terbesar yang besar di pemilu sebelumnya.

Jika pemilu 2024 masih menggunakan PT 20 persen, maka yang ada hanyalah kepentingan partai politik akan didahulukan sedangkan kepentingan rakyat akan dijauhkan dari tujuan kesejahteraan. Maka demokrasi hanya menjadi pesta oligharki.

Melihat aturan sebelumnya, dimana pemilihan presiden sebelum berlakunya PT 20 persen maka PT rendah pun dapat menghasilkan Capres yang berkualitas, seperti Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang menang walaupun perolehan partainya baru masuk lima besar.

Andai pemilu masih tetap menggunakan ambang batas pencalonan presiden dan wakil sebesar 20 persen maka hal itu dapat mengancam keberlangsungan demokrasi, diantaranya adalah terbelahnya lapisan masyarakat dan partisipasi politik yang menurun sehingga berujung pada lemahnya demokrasi. Bahkan PT 20 persen sangat berpeluang besar untuk melahirkan calon tunggal dalam pemilu. Sementara itu tidak ada istilah dalam konteks demokrasi hanya ada satu calon presiden atau calon tunggal dalam pemilu.

Menjadi catatan serius, bagaimana dampak jika PT 20 persen tetap dilakukan di pemilu 2024?. Berkaca pada aturan tersebut maka dengan adanya PT 20 persen hanya melahirkan dua sampai tiga pasangan calon. Tetapi pada implementasinya hanya dua pasangan calon tau bahkan hanya menghadirkan pasangan tunggal. Secara prosedural demokrasi berjalan, lembaga pemilu ada, tapi kok rakyat hanya disodori dua pasangan calon atau pasangan tunggal.

Mengacu pada catatan yang ada, maka suara parpol yang memiliki di bawah 20 persen atau bahkan 5 peran tidak bisa menerima soal aturan tersebut. Hal ini jelas mereka memiliki alasan kuat untuk menentang keras PT 20 persen. Disisi lain, mereka juga menilai bahwa PT 20 persen sangat serius implikasinya terhadap keberlangsungan demokrasi.

Presidential threshold 20 persen adalah persekongkolan mematikan persaingan sehat. Hak demokrasi rakyat dalam pemilu hanya dihadapkan dalam dua atau bahkan satu pilihan saja. Padahal, Rakyat seharusnya bebas memilih terhadap calon presidennya tentunya dengan aturan-aturan yang tidak seperti Presidential Threshold 20 Persen.

Akhirnya, kita bisa melihat dan mencatat secara dini bagaimana dampak yang akan terjadi bagi keberlangsungan demokrasi di negeri ini jika pemilu masih menerapkan presidential threshold 20 persen. Aturan ini hanya akan menggerakkan berbagai elemen, berbagai parpol berseberangan secara ekspresif terhadap aturan tersebut.

Meski landasannya pragmatis, yakni pertimbangan kepentingan dan anggaran namun secara umum Indonesia adalah negara demokrasi. Meski berbeda kepentingan politik, namun titik temu kepentingan harus selalu terwujud karena persoalan pemilu khususnya pemilihan presiden adalah lambang demokrasi di negeri ini. Jangan sampai persoalan ini justru akan memperpecah kehidupan berbangsa dan bernegara.

Hamizan

Recent Posts

La Fedumu Resmi Pimpin DPD Tani Merdeka Indonesia Muna, Siap Perjuangkan Hak Petani

Timredaksi.com, Kendari – Dewan Pengurus Daerah (DPD) Tani Merdeka Indonesia (TMI) Kabupaten Muna resmi dikukuhkan…

2 days ago

Mangkir dari Perintah Pengadilan, Perusahaan Istri Menteri Perindustrian Diajukan PKPU

Timredaksi.com, Jakarta - Polemik hukum melibatkan PT Asiana Senopati, perusahaan properti milik Loemongga HS, istri…

3 days ago

Harnas UMKM: Pemerintah dan ABDSI Teguhkan Komitmen Dorong UMKM Naik Kelas

Timredaksi.com, Jakarta – Peringatan Hari Nasional Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Harnas UMKM) 2025 menjadi…

5 days ago

GEREJA BENTENG TERAKHIR BAGI RAKYAT & BANGSA PAPUA BARAT

GEREJA BENTENG TERAKHIR BAGI RAKYAT & BANGSA PAPUA BARAT Oleh: Gembala Dr. A.G. Socratez Yoman…

6 days ago

Bintang Muda Indonesia (BMI) Kabupaten Garut Resmi Dilantik, Siap Dukung Kemenangan Partai Demokrat

Timredaksi.com, Garut – DPN Bintang Muda Indonesia (BMI) secara resmi melantik Asep Achlan sebagai Ketua…

7 days ago

Pembela Amanat Sejati (PASTI) Berbagi Kebaikan Kepada Anak Yatim dan Dhuafa

Timredaksi.com, Jakarta - Hari ini Jumat, tanggal 08-08-2025 Organisasi Baru yang bernama Pembela Amanat Sejati…

1 week ago