News

WHO Bicara Kemungkinan Cacar Monyet Jadi Pandemi Selanjutnya

Timredaksi.com, Jakarta – Merebaknya cacar monyet di tengah tren COVID-19 dunia membaik, memicu pertanyaan apakah wabah di luar Afrika Barat dan Tengah ini menjadi pertanda potensi pandemi selanjutnya. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) baru-baru ini buka suara merespons kemungkinan tersebut.

Dikutip dari Reuters, kemungkinan cacar monyet berpotensi menjadi pandemi disebut WHO relatif kecil. Risiko kesehatan global cacar monyet saat ini berada di kategori ‘risiko sedang’. Namun, tidak menutup kemungkinan risikonya menjadi tinggi jika sifat virus cacar monyet mengalami perubahan signifikan.

“Risiko kesehatan masyarakat bisa menjadi tinggi jika virus ini memanfaatkan peluang untuk menetapkan dirinya sebagai patogen manusia dan menyebar ke kelompok yang berisiko lebih tinggi terkena penyakit parah seperti anak kecil dan orang yang mengalami gangguan kekebalan,” kata WHO.

Hingga 26 Mei, WHO mencatat 257 kasus konfirmasi cacar monyet dan 120 kasus yang suspek atau orang yang dicurigai terpapar. Jumlah ini dilaporkan dari 23 negara yang tidak masuk daftar wilayah endemi, demikian penjelasan badan kesehatan itu dalam sebuah pernyataan.

Kabar baiknya, belum ada korban jiwa yang dilaporkan sejauh ini. WHO juga menjelaskan kemungkinan di balik banyak negara baru-baru ini mendadak melaporkan kasus cacar monyet.

Hal ini bisa dikarenakan penularan cacar monyet dalam waktu yang lama tidak terdeteksi sehingga transmisi ‘membludak’ di beberapa negara. WHO berharap lebih banyak negara non endemi cacar monyet mengawasi kemungkinan temuan kasus.

Seperti diketahui, monkeypox adalah penyakit menular yang biasanya memicu gejala ringan, virus ini mulanya dinyatakan endemi di bagian barat dan tengah Afrika. Artinya, hanya menyebar di wilayah tersebut.

Cacar monyet menular melalui kontak dekat, sehingga relatif mudah dikendalikan melalui tindakan seperti isolasi diri dan kebersihan. Sebagian besar kasus yang dilaporkan sejauh ini lebih banyak terdeteksi di Inggris, Spanyol dan Portugal.

“Sebagian besar kasus yang dilaporkan sejauh ini tidak memiliki hubungan perjalanan ke daerah endemik dan telah diidentifikasi melalui perawatan primer atau layanan kesehatan seksual,” kata badan PBB itu.

(Ham/Detik)

Hamizan

Recent Posts

Neng Eem: Sudah Semestinya Negara Hadir untuk Pesantren

Timredaksi.com, Jakarta – Ketua Fraksi PKB MPR RI, Neng Eem Marhamah Zulfa Hiz, menegaskan bahwa…

12 hours ago

Menyiapkan Generasi Pembelajar Kritis dan Kreatif Lewat Deep Learning

Timredaksi.com, Salatiga - Seminar Nasional bertema “Deep Learning dalam Pembelajaran di Sekolah” diselenggarakan oleh Fakultas…

4 days ago

Keluarga Duka Zaverius Magai Sampaikan Terima Kasih kepada PT Freeport Indonesia dan PT Redpath Canada

Timredaksi.com, Mimika - Setelah melalui proses pencarian dan evakuasi yang berlangsung selama lebih dari 27…

4 days ago

Dukung Program MBG, FGMI: Demi Perbaikan Gizi Anak Bangsa

Timredaksi.com, Jakarta - Forum Generasi Milenial Indonesia (FGMI) mendukung program Makan Bergizi Gratis (MBG) agar…

5 days ago

Pegadaian Resmi Luncurkan Super Apps ‘Tring!’: Integrasikan Seluruh Ekosistem Emas dan Keuangan Digital dalam Satu Genggaman

Timredaksi.com, Jakarta – PT Pegadaian menandai babak baru transformasi digitalnya dengan meluncurkan super apps terbaru,…

5 days ago

Satriani Wisata Menjelajahi Jejak Islam di Spanyol Sebagai Destinasi Utama Wisata Muslim

Timredaksi.com, Jakarta – Spanyol semakin populer sebagai destinasi wisata muslim dunia. Negara yang dikenal dengan…

2 weeks ago