Timredaksi.com – Anggota komisi II DPR RI Guspardi Gaus tidak mempermasalahkan adanya keinginan dari kelompok masyarakat yang berencana melakukan judicial review terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2022 tentang Provinsi Sumatera Barat (Sumbar).
Menurut Hi. GG (sapaan akrab_red) secara umum judicial review merupakan wadah untuk melakukan pengujian yang dilakukan melalui mekanisme lembaga peradilan terhadap kebenaran suatu norma hukum. Dirinya menyampaikan, jika ada kelompok masyarakat kata merasa ada sesuatu kekurangan terhadap UU tersebut, maka jalan melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Itu merupakan hak dari masyarakat dan dijamin oleh undang-undang, jadi tidak masalah, silahkan saja,” ujar Guspardi saat merespon adanya protes organisasi pemuda yang tergabung dalam Aliansi Mentawai Bersatu (AMB), Kamis 4/8/2022.
“Cuman yang perlu diketahui bahwa UU Sumbar yang baru saja diteken oleh Presiden, sama sekali tidak mengabaikan suku lain diluar Minangkabau. Bandingkan UU Provinsi lain yaitu Riau, Jambi, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Nusa Tenggara Barat (NTB) yang disahkan oleh DPR secara bersamaan. Perubahan UU semua provinsi itu dilakukan untuk melakukan pembenahan karena UU sudah lama,” imbuhnya
Lanjut Legislator asal Sumbar itu meminta semua pihak untuk mencermati dan memperhatikan pasal-pasal dan penjelasan UU tersebut. Karena menurut dia pasal 5C memang mengatur Adat Basandi Syara’-Syara’ Basandi Kitabullah yang khusus untuk orang Minangkabau karena mayoritas di Sumbar.
Politisi PAN itu mengatakan dalam pasal itu menyatakan kekayaan sejarah, bahasa, kesenian, desa adat/nagari, ritual, upacara adat, situs budaya, dan kearifan lokal di Sumbar. Hal tersebut sangat jelas mengakomodir seluruh etnis masyarakat yang berdiam di Sumbar seperti entis Mentawai, Jawa, Batak, Sunda.
“Terkait adanya permintaan penambahan pasal tentang Mentawai, itu merupakan aspirasi dari dunsanak kita di Mentawai. Namun perlu diingat bahwa pada Pasal 5C itu sudah diakomodir semua kebudayaan masyarakat Sumbar. Saya sebagai bahagian yang ikut dalam setiapn pembahasan UU ini tahu persis dan paham itu,” jelasnya
Anggota Baleg DPR RI itu menuturkan bahwa UU Provinsi Sumbar tidak dikhususkan untuk orang Minangkabau, namun hal itu mengakomodir semua unsur keragaman suku, adat dan budaya masyarakat Sumbar itu.
“Jadi tidak mungkin pemerintah tidak tahu ini, sebab yang membahas ini terdiri dari berbagai Fraksi dan berasal dari berbagai daerah di Indonesia, jadi dl bukan hanya dari Sumbar. Pemerintah tentu memahami betul bahwa Undang-Undang tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945, tidak boleh diskriminatif dan harus mengayomi semua suku dan golongan,” pungkasnya
Sebagaimana diketahui sebelumnya, Ketua Aliansi Mentawai Bersatu, Yosafat Saumanuk mengatakan, Indonesia telah mengaungkan falsafah Bhinneka Tunggal Ika yang artinya berbeda beda tapi tetap satu. Di Sumbar daratan, berkembang kebudayaan Minangkabau dengan falsafah Adat Basandi Syara, Syara Basandi Kitabullah (ABS-SBK), namun berbeda dengan di Kabupaten Kepulauan Mentawai yang mekiliki kebudayaan dan ciri khasnya tersendiri.
“Di Mentawai berkembang kearifan lokal yang dikenal Arat Sabulungan, rumah adat yang dikenal dengan sebutan Uma, Sikerei sebagai tabib, kebudayaan patiti yaitu menato atau merajah tubuh, dan kearifan lokal lainnya serta memiliki sosiokultural yang berbeda,” ujar Yosafat saat menyampaikan pernyataan sikap Aliansi Mentawai Bersatu di Kantor Yayasan Citra Mandiri Mentawai (YCMM), dikutip Suara.com, Senin (1/8/2022).
Keberadaan Pasal 5 c dalam UU tersebut berdampak pada pengekerdilan dan pengucilan terhadap budaya Mentawai, bunyinya yaitu, Provinsi Sumatera Barat memiliki karakteristik yaitu adat dan budaya Minangkabau berdasarkan pada nilai falsafah, adat hasandi syara’, syara’ basandi kitabullah sesuai dengan aturan adat salingka nagari yang berlaku, serta kekayaan sejarah, bahasa, kesenian, desa adat/nagari, ritual, upacara adat, situs budaya, dan kearifan lokal yang menunjukan karakter religius dan ketinggian adat istiadat masyarakat Sumatra Barat.
“Keberadaan pasal ini berdampak pada pengkerdilan dan pengucilan terhadap budaya Mentawai yang ada dan eksis di Sumatra Barat, kami dari perwakilan masyarakat Mentawai mempertanyakan niat dari DPR RI terutama dari DPR RI Perwakilan Sumatra Barat, dan pemerintah RI seolah-olah menganggap kami tidak ada di Provinsi Sumatera Barat,” ucapnya.
Yosafat mengatakan, dengan hadirnya UU ini telah mendiskriminasi, karena tidak memasukkan suku Mentawai sebagai karakteristrik dari Undang-undang Nomor: 17 tentang Sumatera Barat.
“Kami dari Aliansi Mentawai Bersatu menyatakan sikap menolak keras pengkerdilan Budaya Mentawai didalam Undang-undang Nomor: 17 Tahun 2022 tentang Provinsi Sumbar tersebut,” tutupnya
RESENSI BUKU Judul Buku: Prabowo dan Tantangan Penyelesaian Konflik Papua Penulis: Dr. Socratez Yoman Penerbit:…
Timredaksi.com, Jakarta - Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto didampingi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral…
Timredaksi.com, Jakarta — Unit Pelaksana Pengujian Kendaraan Bermotor (UP PKB) Pulogadung menegaskan kembali pentingnya penegakan…
Timredaksi.com, Jakarta – Bagi yang akrab dengan dunia investasi, tentu sudah tidak asing dengan Tabungan…
Timredaksi.com, Kenyam — Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Nduga, Nius Wakerkwa mengadakan Kunjungan Kerja…
Timredaksi.com, Jakarta - Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang diusulkan dan dibahas bersama telah mengakomodasi masukan…