Agama

Berulangkalinya Masalah Identitas Keagamaan

Jakarta, Timredaksi.com – Seorang siswi nonmuslim di SMK Negeri 2 Padang, Sumatera Barat, menolak menggunakan jilbab sesuai peraturan sekolah. Karena penolakannya itu, wali dari siswi tersebut dipanggil ke sekolah dan sempat terjadi perdebatan. Kepala SMKN 2 Padang Rusmadi kemudian menyampaikan permohonan maaf setelah aturan pemaksaan mengenakan atribut keagamaan ini viral.

Ketua Umum Masyarakat Pesantren KH. Hafidz Taftazani memberikan tanggapan terkait viralnya video tersebut. Menurut Kiyai Hafidz, persoalan atribut seragam sekolah yang menjadi polemik dan viral saat ini sama persis dengan persoalan yang terjadi dua tahun yang lalu di Nusa Tenggara Timur.

“Dua tahun yang lalu pernah terjadi hal seperti ini, adanya larangan kepala sekolah kepada muridnya memakai jilbab di sekolah di NTT, kalau disamakan sama saja itu melanggar hak asasi dan termasuk sara. Makanya negara dalam hal ini harus hati-hati dalam menanganinya,” ucap Kiyai Hafidz kepada wartawan di Jakarta, Kamis (28/1/2021).

Menurut Kiyai Hafidz, persoalan seperti cukup dapat diselesaikan dengan peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayan nomor 45 tahun 2014 pasal 3 tentang Pakaian Seragam Sekolah bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Dimana disebutkan bahwa, Pakaian seragam khas sekolah diatur oleh masing-masing sekolah dengan tetap memperhatikan hak setiap warga negara untuk menjalankan keyakinan agamanya masing-masing.

“Cukuplah menyelesaikan dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayan nomor 45 tahun 2014, tidak usah terlalu jauh melaporkan kepada komnas HAM, perlindungan anak, menggunakan pengacaranya, tidak usah terlalu jauh lah, disederhanakan saja,” terang Kiyai Hafidz.

Lebih jauh, menurut lulusan Ummul Qura Makkah ini menyebutkan bahwa tidak ada Islam yang mau menindas terhadap pemeluk agama lain, apalagi di Indonesia yang memang banyak pemeluk agama dan beraneka ragam kebudayaan di berbagai wilayah.

“Tidak ada Islam yang mau menindas, ini terlalu berlebih dalam menanggapi, cukup dengan aturan bahwa disana ada aturan Kemendikbud yang tidak memperbolehkan satu pemaksaan terhadap identitas khusus,” sambungnya.

Kiyai Hafidz juga menegaskan bahwa hal ini jangan sampai menjadi tirani sehingga akan sangat berbahaya bagi keberlangsungan kehidupan berbagsa dan bernegara.

“Jangan sampai ini menjadi tiran of minority, itu nanti akan menjadi sangat berbahaya,” ungkapnya.

Ia pun berharap, kejadian seperti ini harus diselesaikan dengan baik dan cukup dengan Peraturan Kemendikbud dan jika ini berlaku bagi sekolahan tersebut maka berlaku di seluruh Indonesia.

“Sehingga kedepan tidak akan selalu ada persoalan seperti ini, dan negara ini menjadi panas hanya karena persoalan seperti ini,” pungkasnya.

Salsa Sabrina

Recent Posts

La Fedumu Resmi Pimpin DPD Tani Merdeka Indonesia Muna, Siap Perjuangkan Hak Petani

Timredaksi.com, Kendari – Dewan Pengurus Daerah (DPD) Tani Merdeka Indonesia (TMI) Kabupaten Muna resmi dikukuhkan…

2 days ago

Mangkir dari Perintah Pengadilan, Perusahaan Istri Menteri Perindustrian Diajukan PKPU

Timredaksi.com, Jakarta - Polemik hukum melibatkan PT Asiana Senopati, perusahaan properti milik Loemongga HS, istri…

3 days ago

Harnas UMKM: Pemerintah dan ABDSI Teguhkan Komitmen Dorong UMKM Naik Kelas

Timredaksi.com, Jakarta – Peringatan Hari Nasional Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Harnas UMKM) 2025 menjadi…

5 days ago

GEREJA BENTENG TERAKHIR BAGI RAKYAT & BANGSA PAPUA BARAT

GEREJA BENTENG TERAKHIR BAGI RAKYAT & BANGSA PAPUA BARAT Oleh: Gembala Dr. A.G. Socratez Yoman…

6 days ago

Bintang Muda Indonesia (BMI) Kabupaten Garut Resmi Dilantik, Siap Dukung Kemenangan Partai Demokrat

Timredaksi.com, Garut – DPN Bintang Muda Indonesia (BMI) secara resmi melantik Asep Achlan sebagai Ketua…

7 days ago

Pembela Amanat Sejati (PASTI) Berbagi Kebaikan Kepada Anak Yatim dan Dhuafa

Timredaksi.com, Jakarta - Hari ini Jumat, tanggal 08-08-2025 Organisasi Baru yang bernama Pembela Amanat Sejati…

1 week ago