Perlu Kebijakan Visioner dalam Link and Match Pendidikan Vokasional
Oleh: Muhammad Irvan Mahmud Asia (HMPI DKI Jakarta)
Tingkat keterserapan generasi muda dalam dunia kerja masih rendah terutama sektor industri yang membutuhkan kualifikasi khusus. Secara statistik, kontributor terbanyak pengangguran di Indonesia adalah lulusan SMA/SMK dan SMP. Hanya 11 persen generasi Y dan Z yang bisa melanjutkan pendidikan sampai sarjana (S1).
Hal ini semakin diperkuat dengan keterangan Menteri Ketenagakerjaan RI yang mengatakan pendidikan vokasi masih bermasalah. Hal itu tercermin dari tingkat pengangguran terbuka (TPT) Indonesia yang masih didominasi oleh lulusan SMK. Dan jika merujuk data pengangguran terbuka yang dirilis Badan Pusat Statistik, angka TPT sebesar 13,55%. Hal ini menunjukkan tidak terjadinya link and match antara pendidikan vokasi dengan pasar tenaga kerja.
Disadari vokasional bisa menjadi solusi mengurangi pengangguran, namun disisi lain sampai saat ini penerapan vokasi belum maksimal. Kualitas lulusannya baik SMK maupun politeknik tidak selalu memenuhi kualifikasi. Inilah paradoks dunia pendidikan vokasi.
Ada beragam sebab mengapa kualitas lulusan SMK dan PTN/PTS yang menyelenggarakan vokasi, dan Politeknik masih rendah. Untuk SMK, masalah utama adalah kualitas guru dan kepala sekolah yang rendah. PTN/PTS/Politeknik bisa karena kurikulum ketinggalan zaman atau tidak selaras dengan kebutuhan industri, fasilitas sarana prasarana tidak memadai, kesempatan magang terbatas, kurang kerja sama dengan perusahaan pemerintah, dan swasta.
Kesalahan lainnya tak sedikit anak magang atau praktik kerja lapangan ditugaskan untuk pekerjaan yang tak sesuai dengan apa yang diajarkan di kelas. Misalnya, disuruh mengantarkan surat, fotokopi, membuat minuman, ataupun memasukkan data ke komputer. Semestinya peserta magang harus dilatih dan disupervisi langsung oleh perusahaan. Diawasi secara langsung bagaimana cara kerja yang benar di industri. Dibina, bukan dilepas begitu saja. Dengan demikian, mereka dapat menyerapnya dengan maksimal dan menerapkannya saat lulus. Jika program magang ini di kelola dengan baik, maka secara tak langsung menguntungkan bagi perusahaan karena begitu lulus bisa langsung direkrut menjadi pegawai karena kompetensinya sudah jelas.
Tantangan Mendasar
Banyak lulusan SMP memilih meneruskan pendidikan ke SMK hanya karena keterpaksaan, bukan karena passion dan visi yang jelas. Ada juga karena pola pikir yang sederhana bahwa dengan masuk SMK pasti akan cepat mendapatkan pekerjaan.
Pendidikan vokasional di tingkat perguruan tinggi, sejak tahun 1970 sampai tahun 2000-an masih Prodi Diploma-3 (D3). Mahasiswa D3 ini yang masuk
ke Prodi D3 karena tidak diterima di Prodi S1. Mereka biasanya gagal dalam seleksi SNMPTN atau SBMPTN. Selain itu, hampir semua lulusan D3 Vokasi meneruskan kuliah ke Program Ekstensi S1, baik langsung atau jedah dulu (misalnya kerja) baru lanjut lagi. Jadi, masuk D3 tidak dengan passion, visi dan komitmen untuk menciptakan kompetensi.
Secara rinci ada dua tantangan pendidikan vokasi di Indonesia. Pertama, demand driven, yaitu menyesuaikan pendidikan vokasi dengan kebutuhan industri. Pendidikan vokasi mampu menjawab tantangan demand driven secara baik. Dan ini contohnya sudah ada tinggal bagaimana memperbanyak SMK untuk melakukan hal yang sama. Kedua, harus kontekstual. Pendidikan vokasi harus disesuaikan dengan konteks potensi lokal. Misalnya di Labuan Bajo, berarti pendidikan vokasi harus berbasis wisata.
Dan pada akhirnya harus disadari bahwa lulusan SMK diharapkan memiliki keterampilan, kompetensi dan etos kerja, serta karakter positif dan unggul. Disadari memang sulit menciptakan lulusan yang 100 persen siap kerja. Biasanya mereka harus melalui training saat mulai bekerja. Training tersebut benar-benar dari awal. Selain itu, permasalahan lain yang perlu segera diselesaikan adalah kualitas guru SMK dan infrastruktur.
Politik Kebijakan
Perihal SDM guru dan Kepala Sekolah, sangat mendesak sekali untuk alokasi anggaran pelatihan guru dan kepala sekolah. Pelatihan untuk guru yang ada (eksisting), baik yang normatif maupun produktif. Dan secara bersamaan harus disedikana guru dari industri untuk menggantikan guru yang masuk masa pensiun.
Untuk Sekolah Vokasi di PTN/PTS/Politeknik bagi yang belim membuka program D4 dan prodi sarjana terapan untuk segera membuka. Saat ini masih terbatas. UGM sudah mulai membuka program D4 dan prodi sarjana terapan sebagai terobosan untuk menyiapkan lulusan vokasi yang lebih kompetitif. Dan tak kalah pentingnya bagaimana prodi–prodi ini bersinergi dengan industri. Ada kemitraan yang saling menguntungkan. Misalnya jurusan Perbankan dikembangkan bersama Bank Mandiri atau bank-bank lainnya. Rekayasa Elektro dikembangkan bersama PLN, dan lain-lain. Sinergitas ini dilaksanakan melalui pembuatan kurikulum, penyediaan staf pengajar, beasiswa, program magang, ikatan dinas, sertifikasi kompetensi lulusan, hingga lowongan kerja.
Guna menutupi gap antara pendidikan vokasi dan kebutuhan tenaga kompeten dunia industri, maka salah satu strategi Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi yang telah dan mulai berjalan adalah mengeluarkan kebijakan Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) untuk menarik orang-orang industri menjadi guru SMK. Hal ini juga sekaligus menjawab agar guru dari unsur industri bertambah. Sedangkan guru normatif yang sudah jadi guru produktif, akan disertifikasi. Namun ini belum cukup, kalau kebijakan pendidikan vokasi yang terintegrasi dan visioner tidak hadir dalam satu paket kebijakan politik. Sebab kedepan tantangan dan kebutuhan masyarakat dan dunia industri semakin kompleks dan mengglobal.
Terakhir dan ini perlu direnungkan terutama pengambil kebijakan, apa yang dikatakan Miriam David (lihat Yudi Latif: Pendidikan yang Berkebudayaan; hal, 262) bahwa pendidikan adalah bagian penting dari pemberdayaan masyarakat untuk turut serta menciptakan kemakmuran Negara, terlebih dalam konteks globalisasi, dimana kemampuan warga Negara sangat menentukan seberapa jauh kehidupan sosial ekonomi suatu Negara dapat terus berkembang. Disinilah signifikansi pendidikan vokasi. Semoga!!.
Timredaksi.com, Mekkah - Menteri Agama Nasaruddin Umar berkesempatan mendampingi Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto menjalankan…
Timredaksi.com, Jakarta – Dalam rangka meningkatkan literasi perpajakan masyarakat serta mendukung transformasi digital Direktorat Jenderal…
Timredaksi.com, Jakarta - Pelaksanaan upacara Hari Ulang Tahun (HUT) Bhayangkara ke-79 yang digelar di kawasan…
RESENSI BUKU Judul Buku: Prabowo dan Tantangan Penyelesaian Konflik Papua Penulis: Dr. Socratez Yoman Penerbit:…
Timredaksi.com, Jakarta - Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto didampingi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral…
Timredaksi.com, Jakarta — Unit Pelaksana Pengujian Kendaraan Bermotor (UP PKB) Pulogadung menegaskan kembali pentingnya penegakan…