Oleh A. Zuhri (Wasekkum PP PERGUNU)_
Melalui diskusi internal yang dilakukan oleh Pimpinan Pusat PERGUNU dalam
Menyikapi persoalan dunia pendidikan Indonesia di masa pandemi covid 19 ini nyatanya tak semudah yang di sampaikan Mendikbud.
Banyak persoalan pendidikan di arus bawah yang menjadi tantangan Mendikbud tak dapat diselesaikan dengan baik, simpang siur kebijakan bahkan _statement_ Mendikbud yang kerap membuat masyarakat gusar menjadi preseden buruk terkait arah kebijakan pendidikan kedepan.
Sebagai contoh rentetan persoalan yang muncul misalnya terkait :
1. PPDB Online yang carut marut dan tidak koheren,
2. Kebijakan Organisasi Penggerak yang syarat kepentingan,
3. Konsep Merdeka Belajar yang sesungguhnya tak merdeka.
4. Tidak ada keseriusan mengawal nasib Guru Swasta mapun Honorer, apalagi di masa pandemi seperti ini, keadaan ekonomi yang lesu, gaji yang tidak pasti namun tidak ada kebijakan afirmatif yang menolong nasib guru-guru kita.
5. Buruknya pola komunikasi yang dibangun dengan organisasi profesi guru.
Kemudian kami beranggapan pantas saja jika para tokoh dan penggiat pendidikan Indonesia, Salah satunya Prof. Azyumardi Azra memberikan raport merah kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim.
Kami juga memiliki pandangan bahwa tak ada yang istimewa dari kebijakan-kebijakan yang diambil Mas Nadiem, justru lebih banyak terjadi _distorsi_ dan kontroversi dalam dunia pendidikan. Sebagai contoh pertama, tak jelasnya arah kebijakan yang menyangkut daerah 3T misalnya, padahal Presiden Jokowi dalam berbagai kesempatan telah menyatakan arah pembangunan kita dimulai dari daerah terluar dan terdepan, namun Mendikbud belum juga menunjukkan kebijakan yang senada dengan Presiden Jokowi.
Kedua, terkait peningkatan kompetensi dan kesejahteraan guru yang masih lemah. Yang ketiga, konsep Merdeka Belajar yang sejatinya tidak merdeka, bagaimana tidak? Konsep yang terlihat bombastis tersebut nyatanya sudah dipatenkan oleh pihak lain diluar Kemendikbud.
Kami melihat kebijakan mendikbud justru mengalami kebalikan arah dari yang diharapkan, banyak kebijakan yang tak dapat diserap oleh masyarakat kita’.
Dugaan kami karena Nadiem Makarim selaku Mendikbid tak melihat langsung kondisi pendidikan kita di bawah, jadi gagal paham beliau mengurus subtansinya. Belum lagi kita bahas insfrastruktur pendidikan yang masih memprihatinkan, tidak bisa kacamata Jakarta dijadikan ukuran untuk melihat daerah lain dalam menentukan kebijakan.
Disisi lain, Mendikbud tidak peka terkait keadaan guru di arus bawah, guru bukan semakin pintar dan sejahtera, justru semakin bingung terkait peta konsep Merdeka Belajar, Guru Penggerak, Organisasi Penggerak,dan lainnya yang tentu akan berimbas pada jutaan ekosistem satuan pendidikan kita, imbasanya juga ke siswa-siswi kita.
Ketika presiden Jokowi mewacanakan _reshuffle_ kabinet, PERGUNU berharap Presiden Jokowi benar-benar serius melihat kinerja Mendikbud, Naidem Makarim.
Harus di _cross chcek_ suara-suara di lapisan bawah masyarakat yang terdampak dari buruknya kebijakan Mendikbud ini. Bagaimana bisa angin segar yang diusung Menteri Pendidikan ini justru menyusahkan masyarakat.
_’Dia mengajak bangsa kita untuk berlari meninggalkan ketertinggalan pendidikan kita, tapi justru dia melarikan diri dari pokok persoalan pendidikan kita.’