Timredaksi.com, Jakarta – Mantan Hakim Dr. Djuyamto, SH., MH menyampaikan nota pembelaan atau pledoi berjudul “Mengakui Kesalahan Adalah Pembelaan Terbaik: Terpeleset oleh Licinnya Minyak Goreng” di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (5/11/2025).
Mantan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Dompu yang kini duduk di kursi terdakwa itu, secara terbuka mengakui kesalahan dan menyesali perbuatannya yang menyeret dirinya ke meja hijau usai terpeleset dalam pusaran dugaan suap perkara minyak goreng.
Djuyamto juga mengungkapkan rasa kepedihan luar biasa mendalam oleh imbas dan konsekwensi “musibah” yang dialaminya. Kehormatan Djuyamto sebagai hakim yang selama ini dikenal berintegritas, langsung runtuh usai diberhentikan tidak dengan hormat sebagai hakim.
Yang juga menyakitkan batinnya, Djuyamto juga menerima sanksi atau hukuman sosial oleh hujatan publik terhadap dirinya dan keluarga. Meski hal ini sangat menyakitkan, namun Djuyamto harus menerima dan ikhlas, sebagai konsekwensi sebagai pejabat publik.
“Saya menyadari bahwa kesalahan fatal ini telah menghancurkan karier panjang saya sebagai hakim selama 23 tahun,” ujar Djuyamto dengan nada haru di ruang sidang.
Dalam pledoinya yang dibacakan hampir dua jam, Djuyamto menuturkan perjalanan panjang kariernya sebagai hakim sejak tahun 1998.
Djuyamto menyebut belum pernah sekalipun dijatuhi sanksi atau dilaporkan ke Komisi Yudisial atas pelanggaran etik maupun disiplin, bahkan menerima penghargaan Satyalancana Karya Satya XXX dari Presiden RI atas pengabdian 30 tahun tanpa cacat.
Namun, di tengah pengabdian panjangnya itu, Djuyamto mengakui dirinya “terpeleset” dalam perkara korupsi yang menjeratnya. Ia menyebut keterlibatannya dalam perkara suap perkara CPO minyak goreng bukan karena keserakahan, melainkan karena kekhilafan dan tekanan moral dalam membantu kegiatan sosial dan keagamaan.
Menurut Djuyamto, sebagian besar uang yang diterimanya justru digunakan untuk kegiatan sosial dan kebudayaan.
“Sekitar 85 persen dari uang tersebut saya gunakan untuk mendukung pembangunan kantor MWC NU Kartasura, pembuatan Wayang Babad Kartasura, dan pelestarian budaya daerah,” ujarnya dalam sidang yang digelar di ruang Hatta Ali.
Ia juga menegaskan bahwa penerimaan uang tidak didahului oleh permintaan dari dirinya maupun majelis hakim lainnya. Djuyamto menyebut, uang itu diberikan secara inisiatif oleh pihak yang berkepentingan terhadap perkara, tanpa ada tekanan dari majelis.
Djuyamto menambahkan, sejak awal penyidikan ia bersikap kooperatif dan berinisiatif datang ke Kejaksaan Agung untuk memberikan keterangan jujur. Ia bahkan telah mengembalikan seluruh uang yang diterimanya. “Itikad baik saya dilandasi rasa bersalah dan penyesalan yang mendalam,” tuturnya.
Melalui pleidoinya, Djuyamto juga memohon agar majelis hakim mempertimbangkan pengakuan kesalahannya serta rekam jejak pengabdiannya selama ini dan mengharapkan majelis hakim akan memberikan putusan seadil-adilnya.
“Kami berharap majelis hakim yang mulia mempertimbangkan pengakuan bersalah saya, di mana pengakuan bersalah saya sejatinya bukan hanya tertuju kepada majelis hakim atau pun kepada Jaksa Penuntut Umum sebagai presentasi Negara, namun terlebih juga kepada diri pribadi kami sebagai seorang hakim, di mana kesalahan fatal tersebut berakibat hancurnya karier terdakwa yang terdakwa rintis dan bangun melalui perjuangan panjang yang melelahkan,” sebutnya dalam nota pembelaan.
Dalam sidang yang diketuai Effendi, SH., MH, Djuyamto yakin dan percaya bahwa ijtihad majelis hakim untuk menghadirkan putusan yang seadil adilnya adalah berdasarkan Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana irah-irah putusan.
“Saya yakin Majelis Hakim akan menjatuhkan putusan seadil-adilnya berdasarkan keadilan yang bersumber dari Ketuhanan Yang Maha Esa,” katanya.
Djuyamto menyampaikan rasa syukur karena seluruh proses persidangan berjalan lancar dan penuh kewibawaan di bawah pimpinan Majelis Hakim yang diketuai oleh Effendi, SH., MH. Ia juga menyampaikan apresiasi kepada jaksa penuntut umum dan tim penasihat hukum yang telah bekerja secara profesional selama proses persidangan berlangsung.
Menutup pledoinya, Djuyamto mengutip hadis Nabi Muhammad SAW yang berbunyi “Kullu bani Adam khaththa’un wa khairul khaththa’ina at-tawwabun”. Yang artinya Setiap anak Adam (manusia) pasti berbuat kesalahan, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah mereka yang bertaubat. (HR. Tirmidzi)
“Pada akhirnya melalui nota Pembelaan / Pledooi ini, saya berharap agar Majelis Hakim diberikan kekuatan lahir dan batin serta diberikan petunjuk oleh Allah SWT sehingga dapat mempertimbangkan fakta fakta persidangan dengan tenang dan jernih serta terhindar dari kekeliruan atau pun kekhilafan,” kata Djuyamto dengan penuh harap dalam pleidonya.
Usai sidang, Djuyamto menyampaikan kekecewaannya terhadap tuntutan jaksa yang dinilainya tidak mempertimbangkan kontribusinya selama ini dalam memutus berbagai perkara-perkara tipikor yang telah membantu negara mengembalikan kerugian hingga triliunan rupiah.
“Saya sangat menyayangkan jaksa dalam tuntutannya tidak mempertimbangkan perkara-perkara tipikor yang sudah saya tangani dan telah mengembalikan keuangan negara hingga triliunan rupiah,” ujar Djuyamto.
Timredaksi.com, Serang — Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Serang terus menunjukkan komitmen tinggi dalam menjaga…
Timredaksi.com, Jakarta - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) telah berjalan dengan lancar, publik sangat antusias…
Timredaksi.com, Jakarta - Lembaga Arus Survei Indonesia (ASI) merilis hasil survei nasional bertema “Evaluasi 1…
Timredaksi.com, Depok - Festival Tring yang digelar oleh PT Pegadaian Kanwil VIII Jakarta 1 selama…
Timredaksi.com, Medan — Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Sumatera Utara terus menunjukkan komitmen kuat dalam…
Timredaksi.com, Subang – Warga Kecamatan Patokbeusi, Kabupaten Subang, Jawa Barat, dihebohkan dengan beredarnya video amatir…