Ketua Umum DPN BMI Farkhan Evendi
Jakarta – pembangunan ibu kota negara (IKN) di Kalimantan Timur diperkirakan akan menelan biaya hingga sekitar Rp 466 triliun. Merujuk pada Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) Pasal 24 ayat (1), salah satu sumber pembiayaannya akan berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
Selanjutnya, Pasal 24 ayat (2) menyebut, Dalam rangka pendanaan untuk penyelenggaraan IK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintahan Khusus IKN dapat melakukan pemungutan pajak dan/atau pungutan khusus IKN.
Ketua Umum DPN BMI Farkhan Evendi menyesalkan jika pemerintah membuat Ibu kota negara baru di Kalimantan Timur dari pungutan pajak khusus yang dibebankan ke rakyat.
“Pembangunan ibu kota dengan pungutan pajak kepada rakyat hanya akan menambah beban rakyat. Padahal, semestinya pemerintah mengkaji lebih dalam dan matang sumber anggaran untuk membangun ibu kota baru dan tidak seharusnya dibebankan kepada rakyat. Pemerintah jangan cuma cari untung dari proyek, namun jua memikirkan bagaimana semestinya proyek berjalan tanpa membebani rakyat,” ucap Farkhan.
Menurut Farkhan, pemerintah selama ini dalam menjalankan misi pembangunan proyek dinilai belum matang dan akurat dalam menghitung anggaran, sehingga hasilnya anggaran membengkak dan dibutuhkan suntikan dana tambahan.
Padahal, kondisi perekonomian rakyat maupun negara saat ini dalam kondisi yang mengkhawatirkan akibat tsunami Covid-19 yang saat ini masih menerjang dan belum ada waktu kapan berakhirnya.
Farkhan menilai, rencana pembangunan ibu kota baru yang kini digenjot kencang oleh pemerintah merupakan sikap kejam pemerintah beserta partai pendukung dalam kehidupan bernegara.
“DPN BMI memandang saat ini problematika Jakarta dengan berbagai persoalannya seharusnya bukan menjadi alasan pemindahan Ibukota. Apalagi ongkos ‘rumah baru’ masih kurang banyak,” ujar Farkhan
Farkhan menilai, kondisi Republik Indonesia kedepan bakal memilukan baik dari aspek sejarah dan ekonomi, terlebih kalimantan dikenal paru-paru dunia kalau kemudian paru-paru itu dihujani berbagai pembangunan maka bakal makin tiarap lingkungan hidup kita dan citra kita di mata dunia.
“Pemanasan global saat ini menjadi persoalan gawat dunia, jika paru-paru dunia saja sudah dibabat maka ini menjadi sangat serius,” kata Farkhan.
Namun, pemerintah memaksakan proyek pembangunan ibu kota dengan berbagai alasan dan pertimbangan yang lain.
“Artinya pemerintah mengajak rakyat membeli penyakit dengan menambah beban keuangan mereka pada pembangunan yang tidak pernah dibicarakan ke rakyat,” ujar Farkhan
Sikap tidak mendengar pemerintah dan lain sebagainya menunjukkan bahwa etika pemerintah saat ini adalah pakai prinsip semau gue kalau istilah betawi.
“Artinya full absurd pemerintah sekarang. Amat mengecewakan dan bersifat tukang cari iuran,” ujar Farkhan.
Dengan berbagai alasan, maka yang ada di istana saat ini tak lebih kumpulan pembisik proyek baru yang merugikan rakyat dan tak jelas anggarannya.
RESENSI BUKU Judul Buku: Prabowo dan Tantangan Penyelesaian Konflik Papua Penulis: Dr. Socratez Yoman Penerbit:…
Timredaksi.com, Jakarta - Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto didampingi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral…
Timredaksi.com, Jakarta — Unit Pelaksana Pengujian Kendaraan Bermotor (UP PKB) Pulogadung menegaskan kembali pentingnya penegakan…
Timredaksi.com, Jakarta – Bagi yang akrab dengan dunia investasi, tentu sudah tidak asing dengan Tabungan…
Timredaksi.com, Kenyam — Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Nduga, Nius Wakerkwa mengadakan Kunjungan Kerja…
Timredaksi.com, Jakarta - Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang diusulkan dan dibahas bersama telah mengakomodasi masukan…